Senin, 14 Desember 2015

Tugas Portofolio III : Psikologi Manajemen

Psikologi Manajemen
Tugas Portofolio III





Nama Anggota Kelompok:
  1. Fitriany Gupita (13513559)
  2. Listyorini Irawan Putri (15513012)
  3. Regina Melisa (15511936)
  4. Yoga Rahadian NF (19513461)














                                                                                                               I.            MOTIVASI

A.    Pengertian Motivasi
Manajemen sumber daya manusia pada dasarnya berisikan langkah-langkah perencanaan, penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya manusia (SDM) untuk mencapai tujuan tertentu, baik  tujuan individual maupun tujuan organisasi.
Keberhasilan pengolahan organisasi atau prusahaan bisnis sanggat ditentukan oleh aktivitas kegiatan pendayagunaan sumber daya manusia, dalam hal ini seorang manajer harus memiliki teknik-teknik untuk dapat memelihara prestasi dan kepuasan kerja, antar lain dengan memberikan motivasi kepada bawahan agar dapat melaksanakan tugas sesuai dengan ketentuan yang berlaku.  
Motivasi adalah: Keinginan yang terdapat pada seorang individu yang merangsangnya melakukan tindakan (GR. Terry, yang dikutip oleh Malayu S.P Hasibuan (2005 : 145). Motivasi : pekerjaan yang dilakukan oleh manajer dalam memberikan inspirasi, semangat, dan dorongan pada orang lain, dalam hal ini karyawannya untuk mengambil tindakan-tindakan tertentu  ( Liang Gie, yang dikutip oleh Sadali Samsudin ( 2006 :281 ). Motivasi: keseluruhan proses pemberian motivasi bekerja kepada bawahan sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisien dan ekonomis (Siagian, yang dikutip oleh Sedarmayanti ( 2001  : 66  ). Motivasi meliputi perasaan unik, pikiran dan pengalaman masa lalu yang merupakan bagian dari hubungan internal dan eksternal perusahaan sedemikian pentingnya motivasi, banyak ahli filsafat, sosiolog, psikolog maupun ahli manajemen melakukan penelitian.
Berikut adalah definisi-definisi mengenai motivasi yang dikutip dari beberapa ahli : Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan atau menggerakkan. Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya ditujukan pada sumber daya manusia umumnya dan bawahan khususnya. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Berikut ini adalah pengertian-pengertian motivasi kerja menurut para ahli, diantaranya yaitu: Motivasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), (2008:930) adalah :  “ Dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu, atau usaha–usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau sekelompok orang tertentu bergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendaki.” Motivasi kerja menurut Stephen P. Robbin (2006:214) bahwa : Motivasi merupakan proses yang berperan pada intensitas, arah, dan lamanya berlangsung upaya individu ke arah pencapaian tujuan. Motivasi kerja menurut Malayu S.P. Hasibuan (2005:141) bahwa : Motivasi kerja adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil kerja yang optimal. Motivasi kerja menurut  Kusnadi (2002:330) adalah upaya-upaya yang memunculkan semangat dari dalam orang itu sendiri melalui fasilitas penyediaan kepuasan.
Dari pengertian di atas bahwa motivasi kerja merupakan suatu keahlian dalam mengarahkan atau mengendalikan dan menggerakan seseorang untuk melakukan tindakan akan perilaku yang diinginkan berdasarkan sasaran-sasaran yang sudah ditetapkan untuk mencapai tujuan tertentu.
B.    Teori Drive-Reinforcement dan Implikasi Praktisnya
Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan pemberian konpensasi. Misalnya promosi seorang karyawan itu tergantung dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku tersebut. Teori pengukuhan ini terdiri dari dua jenis, yaitu :
1.     Pengukuhan Positif (Positive Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh positif diterapkan secara bersyarat.
2.     Pengukuhan Negatif (Negative Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuhan negatif dihilangkan secara bersyarat.
Jadi prinsip pengukuhan selalu berhubungan dengan bertambahnya frekuensi dan tanggapan, apabila diikuti oleh stimulus yang bersyarat. Demikian juga prinsip hukuman (Punishment) selalu berhubungan dengan berkurangnya frekuensi tanggapan, apabila tanggapan (response) itu diikuti oleh rangsangan yang bersyarat. Contoh : pengukuhan yang relatif malar adalah mendapatkan pujian setelah seseorang memproduksi tiap-tiap unit atau setiap hari disambut dengan hangat oleh manajer.
Teori ”drive” bisa diuraikan sebagai teori-teori dorongan tentang motivasi, perilaku didorong ke arah tujuan oleh keadaan-keadaan yang mendorong dalam diri seseorang atau binatang. Contohnya., Freud ( 1940-1949 ) berdasarkan ide-idenya tentang kepribadian pada bawaan, dalam kelahiran, dorongan seksual dan agresif, atau drive (teorinya akan diterangkan secara lebih detail dalam bab kepribadian). Secara umum , teori-teori drive mengatakan hal-hal berikut : ketika suatu keadaan dorongan internal muncul, individu di dorong untuk mengaturnya dalam perilaku yang akan mengarah ke tujuan yang mengurangi intensitas keadaan yang mendorong. Pada manusia dapat mencapai tujuan yang memadai yang mengurangi keadaan dorongan apabila dapat menyenangkan dan memuaskan. Jadi motivasi dapat dikatakan terdiri dari:
·         Suatu keadaan yang mendorong
·         Perilaku yang mengarah ke tujuan yang diilhami oleh keadaan terdorong
·         Pencapaian tujuan yang memadai
·         Pengurangan dan kepusaan subjektif dan kelegaan ke tingkat tujuan yang tercapai
Setelah keadaan itu, keadaan terdorong akan muncul lagi untuk mendorong perilaku ke arah tujuan yang sesuai. Pengulangan kejadian yang baru saja diuraikan seringkali disebut lingkaran korelasi.
Teori-teori Drive berbeda dalam sumber dari keadaan terdorong yang memaksa manusia atau binatang bertindak. Be berapa teori, termasuk teori Freud, dipahami oleh keadaan terdorong sejak belum lahir, atau instingtif. Tentang perilaku binatang, khususnya ahli ethologi telah mengusulkan suatu penjelasan suatu mekanisme dorongan sejak kelahiran (tinbergen, lorenz, dan leyhausen dalam morgan, dkk. 1986). Teori-teori drive yang lain telah mengembangkan peran belajar dalamkeaslian keadaan terdorong. Contohnya, dorongan yang di pelajari (learned drives), seperti mereka sebut, keaslian dalam latihan seseorang atau binatang atau pengalaman masa lalu dan yang berbeda dari satu individu ke individu yang lain. Karena penggunaan minuman keras sebelumnya, ketagihan heroin, contohnya mengembangkan suatu dorongan untuk mendapatkan hal tersebut, dan karena itu mendorong ke arah itu. Dan dalam realisasi motif sosial, orang telah belajar dorongan untuk kekuasaan, agresi atau prestasi. Keadaan terdorong yang dipelajari menjadi ciri abadi dari orag tertentu dan mendorong orang itu ke arah tujuan yang memadai, orang lain mungkin belajar motif sosial yang lain dan didorong ke arah tujuan yang berbeda.
Biasanya di terapkan dalam kehidupan sehari-hari, misalkan seorang kuli panggul di pasar tradisional, jika ia dapat mengangkut/mengirim 5 ton buah pada tiap 5 karung maka akan diberikan 2 kg buah segar oleh pemilik toko buah tersebut,
Drive-Reinforcement nya berbentuk reward berupa materi yang diberikan pemilik toko kepada pekerjanya (kuli panggul).
C.    Teori Harapan dan Implikasi Praktisnya
Teori pengharapan berargumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu , dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut.
Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan, mengatakan seseorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia menyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik (Victor Vroom dalam Robbin 2003:229) Karena ego manusia yang selalu menginginkan hasil yang baik baik saja, daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang terkandung dari harapan yang akan diperolehnya pada masa depan (Hasibuan 2001:165). Apabila harapan dapat menjadi kenyataan, karyawan akan cenderung meningkatkan gairah kerjanya. Sebaliknya jika harapan tidak tercapai, karyawan akan menjdadi malas.
Teori ini dikemukakan oleh Victor Vroom yang mendasarkan teorinya pada tiga konsep penting, yaitu:
1.     Harapan (Expentancy) adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena prilaku .Harapan merupakan propabilitas yang memiliki nilai berkisar nol yang berati tidak ada kemungkinan hingga satu yang berarti kepastian
2.     Nilai (Valence) adalah akibat dari prilaku tertentu mempunyai nilai atau martabat tertentu (daya atau nilai motivasi) bagi setiap individu tertentu
3.     Pertautan (Inatrumentality) persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengn hasil tingkat ke dua.Vroom mengemukakan bahwa pertautan dapat mempunyai nilai yang berkisar antara –1 yang menunjukan persepsi bahwa tercapinya tingkat ke dua adalah pasti tanpa hasis tingkat pertama dan tidak mungkin timbul dengan tercapainya hasil tingkat pertama dan positip satu +1 yang menunjukan bahwa hasil tingkat pertama perlu dan sudah cukup untuk menimbulkan hasil tingkat ke dua.
Teori ini termasuk ke dalam teori-teori kesadaran. Teori ini menunjukkan pendekatan kognitif terhadap motivasi kerja, yang menekankan kepada kemampuan individu dalam pemrosesan informasi. Kekuatan motivasi yang mendasarinya bukanlah sebuah kebutuhan. Pekerja diasumsikan melakukan penilaian rasional terhadap situasi kerjanya dengan mengumpulkan informasi untuk diolah, kemudian membuat keputusanyang optimal. Kebutuhan hanya digunakan untuk membantu dalam memahami bagaimana pekerja membuat pilihan berdasarkan pada keyakinan persepsi dan nilai – nilai mereka.. Salah satu teori harapan yang terkait dengan kerja dikemukakan oleh George Poulus, Mathoney dan Jones (1957) yang mengacu pada Path-Goal Theory. Mereka mengemukakan bahwa para pekerja akan cenderung menjadi produktif apabila mereka memandang produktivitas yang tinggi itu sebagai satu cara atau lebih pada tujuan pribadi.
Sebaliknya, kinerja yang rendah hanyalah satu jalan menuju tujuan pribadi. Misalnya produktivitas yang tinggi akan lebihcepat atau mudah untuk terpenuhinya tujuan pribadi daripada pekerja yang hasilnya terbatas atau lebih rendah. Dengan menggunakan pendekatan”jalan ke arah tujuan (path-goal)” ini, Vroom (1976) menyarankan suatu teori motivasi kerjayang dikenal dengan singkatan VIE – Valensi/kemampuan (valence), sarana (Instrumentality), dan harapan (Expectancy). Pada kesempatan ini yang dibahas yaitu mengenai Teori Harapan (Expectancy Theory). Nadler & Lawler menyatakan bahwa terlepas dari teori VIE sebagaimana yang diutarakan para ahli lainnya, namun ternyata teori VIE menerima terlalu banyak dukungan empiis karena nilainya yang positif bagi organisasi. Secar khusus, teori ini memberikan beberapa implikasi yang jelas dan positif bagi manajer, dimana manajer hendaknya memperhatikan petunjuk sebagai berikut: Menentukan mana penghargaan yang lebih penting para pegawai. Misalnya, kebanyakan manajer seringkali memandang bahwa pemberian gaji dan tunjangan yang tinggi sangat diinginkan pegawai, namun setelah dilakukan pnlitian dia terkejut karena hasilnya justru menunjukkan bahwa hal tersebut tidak terbukti. Demikian perlu dicatat bahwa keinginan para pegawai berbeda – beda,dan oleh karena itu mereka tidak memberikan respon dengan cara yang sama terhadap sistem insentif perusahaan. Mendefinisikan kinerja yang baik dengan menetapkan secara benar standar kuantitas dan kualitas kerja yang terukur. Memastikan bahwa tujuan kinerja bersifat realistik, apabila pegawai tidak mencapai tujuan kinerja yang diharapkan, maka motivasi untuk bekerja pun menjadi rendah. Pegawai harus merasakan bahwa penghargaan yang diterima terasa adil. Tetapi sistem motivasi yang berdasarkan pada equity (keadilan) jangan dikacaukan dengan sistem yang berdasarkan equality (kesamaan), dimana seluruh pegawai diberikan dengan penghargaan yang sama dengan mengabaikan kualitas kerja dan hasil kerja masing – masing individu. Mengingat ada beberapa organisasi yang memiliki aturan kerja yang kaku dan sistem penghargaan yang mendorong para pekerja untuk mencapai hasil yang setinggi – tingginya, maka para manajer hendaknya merancang sistem penghargaan yang lebih fleksibel dan equitable.
Contoh Kasus PHK:
Dari sudut pandang Expectancy Theory, para pekerja tidak termotivasi untuk bekerja keras karena tidak adanya hubungan antara prestasi kerja dengan penghasilan. Persepsi mereka adalah bahwa kerja keras tidak akan memberikan mereka penghasilan yang diharapkan. Malahan, dengan adanya PHK, mereka memiliki persepsi bahwa walaupun telah bekerja keras, kadang-kadang mereka malah mendatangkan hasil yang tidak diinginkan, misalnya PHK. Konsisten dengan teori ini, para pekerja pun menunjukkan motivasi yang rendah dalam melakukan pekerjannya.
Rekomendasi: Kaitkan penghasilan dengan prestasi. Sesuai dengan Expectancy Theory (Vroom, dalam Donovan, 2001), tiga hal akan direkomendasikan untuk perusahaan dalam Contoh Kasus:
·         Tingkatkan Expectancy: Para pekerja perlu merasa bahwa mereka mampu mencapai prestasi yang tinggi. Jika perlu, perusahaan perlu memberikan pelatihan untuk memastikan bahwa para karyawan memang memiliki keahlian yang dituntut oleh masing-masing pekerjaannya.
·         Tingkatkan Instrumentality: Ciptakan reward system yang terkait dengan prestasi. Misalnya, selain gaji pokok, tim yang berhasil mencapai targetnya secara konsisten akan mendapatkan bonus. Dengan cara ini, para karyawan mengetahui bahwa prestasi yang lebih baik memang benar akan mendatangkan penghasilan yang lebih baik pula.
·         Tingkatkan Valence: Karena masing-masing individu memiliki penilaian yang berbeda, sangatlah sulit bagi perusahaan untuk merancang reward system yang memiliki nilai tinggi bagi setiap individu karyawan. Salah satu cara mengatasi hal ini adalah dengan memberikan poin bonus yang bisa ditukarkan dengan berbagai jenis hal sesuai kebutuhan individu, misalnya poin bonus bisa ditukarkan dengan hari cuti, uang, kupon makan, dsb. Konsekuensi dari program ini adalah perusahaan harus menerapkan sistem pencatatan yang rapi untuk memastikan bahwa masing-masing karyawan mendapatkan poin bonus secara adil.
D.    Teori Tujuan dan Implikasi Praktisnya
Locke menguslkan model kognitif yang dinamakan teori tujuan, yang mencoba menjelaskan hubungan hubungan antara niat/intentions dengan perilaku.Aturan dasarnya ialah penetapan dari tujuan-tujuan secara sadar. Hasil penelitian Edwin Locke dan rekan-rekan (1968), menunjukkan efek positif dari teori tujuan pada prilaku kerja.
Penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme:
a. Tujuan adalah yang mengarahkan perhatian
b. Tujuan adalah yang mengatur upaya
c. Tujuan adalah meningkatkan persistensi
d. Tujuan adalah menunjang strategi untuk dan rencana kegiatan
E.    Teori Hirarki Kebutuhan Maslow
Maslow (1970) telah menyusun kebutuhan-kebutuhan manusia dalam lima tingkat yang akan dicapai sebagai berikut:
a.     Kebutuhan Fisiologi
Merupakan kebutuhan tingkat pertama yang paling rendah dan harus dipenuhi dan dipuaskan sebelum mencapai kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi.Kebutuhan ini terdiri dari makan,minum,pernapasan dan lain-lain yang bersifat biologis.
b.     Kebutuhan Keamanan
Yang termasuk kebutuhan keamannan adalah kestabilan, ketergantungan, perlindungan, bebas dari rasa takut dan ancaman.
c.     Kebutuhan Sosial
Yaitu kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain, pada saat ini individu akan sangat merasa kesepian dan terisolasi dari pergaulan.
d.     Kebutuhan Harga Diri
Kebutuhan harga diri dapat dibagi menjadi dua katagori. Pertama adalah kebutuhan terhadap kekuasaan, berpretasi, pemenuhan diri, kekuatan, dan kemampuan untuk member keyakinan serta kebebasan. Kedua adalah kebutuhan akan nama baik, ststus, keberhasilan, pengakuan, perhatian, penghargaan.
e.     Kebutuhan Aktualisasi Diri
Masing-masing orang ingin mewujudkan diri sebagai seorang yang mempunyai kemampuan yang unik.Kebutuhan ini hanya ada setelah empat kebutuhan sebelumnya dicapai secara memuaskan.Pada dasarnya bertujuan untuk membuat seluruh potensi yang ada dalam diri seseorang sebagai suatu wujud nyata yaitu dalam bentuk usaha aktualisasi diri.
F.      Kebutuhan yang Relevan dengan Perilaku dalam Organisasi
                        Kebutuhan merupakan fundamen yang mendasari perilaku pegawai. Karena tidak mungkin memahami perilaku tanpa mengerti kebutuhannya.
                        Abraham Maslow (Mangkunegara, 2005) mengemukakan bahwa hierarki kebutuhan manusia adalah sebagai berikut:
·         Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan untuk makan, minum, perlindungan fisik, bernapas, seksual. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat terendah atau disebut pula sebagai kebutuhan yang paling dasar.
·         Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan akan perlindungan diri dari ancaman, bahaya, pertentangan, dan lingkungan hidup.
·         Kebutuhan untuk rasa memiliki (sosial), yaitu kebutuhan untuk diterima oleh kelompok, berafiliasi, berinteraksi, dan kebutuhan untuk mencintai serta dicintai.
·         Kebutuhan akan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihormati dan dihargai oleh orang lain.
·         Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, yaitu kebutuhan untuk menggunakan kemampuan, skill dan potensi. Kebutuhan untuk berpendapat dengan mengemukakan ide-ide, gagasan dan kritik terhadap sesuatu

                                                                                             II.   JOB ENRICHMENT
Sukses tidaknya suatu organisasi sangat tergantung dari kualitas sumber daya manusia yang dimiliki karena sumber daya manusia yang berkualitas adalah sumber daya manusia yang mampu berprestasi maksimal. Kepuasan kerja mempunyai peranan penting terhadap prestasi kerja karyawan, ketika seorang karyawan merasakan kepuasan dalam bekerja maka seorang karyawan akan berupaya semaksimal mungkin dengan segenap kemampuan yang dimiliki untuk menyelesaikan tugasnya, yang akhirnya akan menghasilkan kinerja dan pencapaian yang baik bagi perusahaan.
Kepuasan kerja mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap produktivitas organisasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Ketidakpuasan merupakan titik awal dari masalah-masalah yang muncul dalam organisasi seperti kemangkiran, konflik manager-pekerja dan perputaran karyawan. Dari sisi pekerja, ketidakpuasan dapat menyebabkan menurunnya motivasi, menurunnya moril kerja, dan menurunnya tampilan kerja baik.
Oleh sebab itu pemimpin suatu organisasi perusahaan dituntut untuk selalu mampu menciptakan kondisi yang mampu memuaskan karyawan dalam bekerja sehingga diperoleh karyawan yang tidak hanya mampu bekerja akan tetapi juga bersedia bekerja kearah pencapaian tujuan perusahaan. Mengingat perusahaan merupakan organisasi bisnis yang terdiri dari orang-orang, maka pimpinan seharusnya dapat menyelaraskan antara kebutuhan-kebutuhan individu dengan kebutuhan organisasi yang dilandasi oleh hubungan manusiawi (Robbins, 2001:18). Sejalan dengan itu diharapkan seorang pimpinan mampu memotivasi dan menciptakan kondisi sosial yang menguntungkan setiap karyawan sehingga tercapai kepuasan kerja karyawan yang berimplikasi pada meningkatnya produktivitas kerja karyawan.
PENDEKATAN PERLUASAN TUGAS (JOB ENRICHMENT APPROACHES)
Suatu tugas mengandung arti penting yang meliputi antara lain: pencapaian keberhasilan, lingkup wewenang dan tanggung jawab, yang merupakan faktor internal potensi kepuasan kerja. Sedangkan faktor eksternal antara lain seperti: supervise, upah, dan kondisi lingkungan pekerjaan, adalah yang merupakan potensi ketidakpuasan kerja. Kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja bukan merupakan dua hal yang berlawanan tetapi merupakan kondisi yang mempunyai ukuran tersendiri.
Oleh karena itu, perbaikan pada faktor luar misalnya upah mungkin saja akan mengurangi ketidakpuasan kerja tetapi belum tentu meningkatkan kepuasan seorang pekerja. Kepuasan pekerja akan dapat diperoleh dengan memperbaiki faktor internal seperti peningkatan motivasi, yang dapat dilakukan dengan jalan pendekatan perluasan tugas atau pendekatan job enrichment.
Job enrichment adalah memperluas rancangan tugas untuk memberi arti lebih dan memberikan kepuasan kerja dengan cara melibatkan pekerja dengan pekerjaan perencanaan, penyelenggaraan organisasi dan pengawasan pekerjaan sehingga job enrichment bertujuan untuk menambah tanggung jawab dalam pengambilan keputusan, menambah hak otonomi dan wewenang merancang pekerjaan dan memperluas wawasan kerja.
Job enrichment dapat meningkatkan otonomi seseorang dalam mengatur pekerjaannya. Misalnya seorang petugas di dalam melakukan pekerjaannya sebelum diatur oleh suatu prosedur yang ketat, di mana dia tidak di berikan wewenang atau hak untuk memilih metode yang dia anggap paling efektif, untuk memilih bahan-bahan yang di butuhkan, atau untuk mengatur pekerjaannya. Perubahan ini akan memberikan tantangan yang lebih besar bagi dia dan diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kerja dan produktifitasnya.
Menurut teori karakteristik pekerjaan ini, sebuah pekerjaan dapat melahirkan tiga kondisi psikologis yang kritis dalam diri seorang karyawan yakni: 
Para pekerja menerima dan menyadari bahwa pekerjaan merupakan hal penting dan bernilai dari sebuah system. (Experienced meaningfullness)
Mengalami makna kerja, dan pengetahuan akan hasil kerja. (Knowledge of result)
Tanggung jawab pekerja akan memberikan hasil pekerjaan yang baik. (Responsibility)
Semakin baik pengalaman kondisi psikologi kritis seseorang tersebut maka karyawan semakin termotivasi untuk melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik dan puas terhadap pekerjaannya.
Ketiga kondisi psikologis yang kritis tersebut di atas disebabkan karena lima dimensi tugas utama yang tercakup dalam arti penting sebuah pekerjaan. Menurut Munandar (2001:357) ada lima ciri-ciri intrinsik pekerjaan (dimensi utama) antara lain:
1.  Keragaman ketrampilan (skill variety)
Banyaknya ketrampilan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan. Makin banyak ragam ketrampilan yang digunakan, makin kurang membosankan pekerjaan. Misalnya, seorang salesman diminta untuk memikirkan dan menggunakan cara menjual yang berbeda, display (etalase) yang berbeda, cara yang lebih baik untuk melakukan pencatatan penjualan.
2.  Jati diri tugas (task identity)
Tingkat sejauh mana penyelesaian pekerjaan secara keseluruhan dapat dilihat hasilnya dan dapat dikenali sebagai hasil kinerja seseorang. Tugas yang dirasakan sebagai bagian dari pekerjaan yang lebih besar dan yang dirasakan tidak merupakan satu kelengkapan tersendiri menimbulkan rasa tidak puas. Misalnya, seorang salesman diminta untuk membuat catatan tentang penjualan dan konsumen, kemudian mempunyai dan mengatur display sendiri.
3.  Tugas yang penting (task significance)
Tingkat sejauh mana pekerjaan mempunyai dampak yang berarti bagi kehidupan orang lain, baik orang tersebut merupakan rekan sekerja dalam suatu perusahaan yang sama maupun orang lain di lingkungan sekitar. Jika tugas dirasakan penting dan berarti oleh tenaga kerja, maka ia cenderung mempunyai kepuasan kerja. Misalnya, sebuah perusahaan alat-alat rumah tangga ingin mengeluarkan produk panci baru. Para karyawan diberikan tugas untuk mencari kriteria seperti apa panci yang sangat dibutuhkan oleh ibu-ibu masa kini. (tugas tersebut memberikan kepuasan tersendiri bagi karyawan karena hasil kerjanya nanti secara langsung akan memberi manfaat kepada pelanggan)
4.  Otonomi
Tingkat kebebasan pemegang kerja, yang mempunyai pengertian ketidaktergantungan dan keleluasaan yang diperlukan untuk menjadwalkan pekerjaan dan memutuskan prosedur apa yang akan digunakan untuk menyelesaikannya. Pekerjaan yang memberi kebebasan, ketidaktergantungan dan peluang mengambil keputusan akan lebih cepat menimbulkan kepuasan kerja. Misalnya, seorang manager mempercayai salah satu karyawan untuk memperebutkan tender dari klien. Karyawan tersebut menggunakan ide dan caranya sendiri untuk menarik perhatian klien . Karyawan diberi kebebasan untuk mengatur sendiri waktu kerja dan waktu istirahat.
5.  Umpan balik (feed back)
Memberikan informasi kepada para pekerja tentang hasil pekerjaan sehingga para pekerja dapat segera memperbaiki kualitas dan kinerja pekerjaan. Misalnya, dalam menjual produk salesman didorong untuk mencari sendiri informasi, baik dari atasan maupun dari bagian‑bagian lain, mengenai segala hal yang berkaitan dengan jabatannya serta meminta pendapat konsumen tentang barang‑barang yang dijual, pelayanan, dll. 
Jadi kondisi psikologis kritis karyawan yang muncul karena adanya dimensi utama dalam tugas akan mempengaruhi hasil kerja karyawan yang telah termotivasi secara internal. Berhasil atau tidaknya hasil kerja dalam job enrichment tergantung oleh kekuatan kayawan untuk berkembang dan berpikir positif.
Implikasi Job Enrichment terhadap Produktifitas Pekerja
·         Efisiensi ditentukan oleh beberapa aspek organisasi kerja dan rancangan pekerjaan (Spesialisasi, penyederhanaan, tata urutan, keseimbangan beban kerja dan mekanisasi)
·         Efisiensi akan berkurang pada saat pekerjaan menjadi lebih rumit, kurang terspesialisasi dan kurang mekanis.
·         Efisiensi akan meningkat pada saat ada sejumlah pengurangan spesialisasi.
·         Efek job enrichment terhadap produktifitas di tentukan, apakah efisiensi meningkat atau berkurang, dan sejauh mana penurunan efisiensi dibarengi dengan kecepatan kerja para karyawan.
·          Efektifitas Job Enrichment ditentukan oleh karakteristik para pekerja yang pekerjaannya dirancang kembali.
Pekerjaan yang diperkaya dapat memotivasi secara intrinsik pada pekerja yang memiliki kebutuhan yang kuat terhadap keberhasilan dan kemandirian.
Program Job Enrichment lebih berhasil jika dikenakan pada pekerja yang tidak takut terhadap tanggung jawab baru dan yang menganggap penting bekerja keras untuk mencapai keberhasilan pribadi dalam lingkungan kerjanya.

Kreativitas dalam Bekerja 
Seorang pemimpin di perusahaan periklanan memberikan tugas kepada bawahannya untuk membuat iklan, mereka di buat dalam satu kelompok dengan tugas yang berbeda-beda di tiap orangnya. Ada yang bertugas sebagai kreatif, pencahayaan, warna dan pengarahan. Mereka harus dapat menyelesaikan tanggung jawab tugas masing-masing bagiannya. Para karyawan melakukan berbagai pembaharuan dan tambahan aplikasi agar tugas yang mereka kerjakan tidak monoton dan lebih menarik. Sehingga tugas yang di berikan oleh pimpinanya dapat sesuai tepat waktu dan hasilnya lebih maksimal.
Pada contoh di atas dapat di kaitkan dengan Job Enrichment adalah suatu teori untuk meningkatkan motivasi bekerja para pekerja. Pendekatan untuk merancang kembali pekerjaan untuk meningkatkan motivasi intrinsic dan kepuasn kerja. Motivasi Intinsik itu sendiri adalah usaha yang di lakukan dalam suatu pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan pekerjaan. Contoh di atas mengunakan Keragaman Keterampilan ( Skill Variety ) : keterampilan yang di perlukan untuk melakukan pekerjaan. Semakin banyak ragam keterampilan yang digunakan, akan menguragi kebosanan dalam pekerjaan.
Dalam situasi seperti ini, para pekerja tidak mempunyai alasan untuk merasa antusias, termotivasi, atau merasa puas akan pekerjaan mereka. Perbedaan individual tetaplah mempengaruhi sehingga ada orang yang tidak terlalu peduli pada karakteristik dari pekerjaan mereka. Namun penelitian menunjukkan bahwa karakteristik intrisik pekerjaan tetap memiliki korelasi dengan kepuasan kerja, bahkan bagi mereka yang tidak terlalu menginginkan pertumbuhan diri pribadi (Judge et al, 2001).
Program Job Enrichment dan Penetapan Target yang direkomendasikan adalah sebagai berikut:
Mengelompokkan pekerja dalam tim yang baru: Saat ini pekerja dikelompokkan berdasarkan langkah tertentu dalam proses ban berjalan, misalnya kelompok pengisi kaleng, penyegel kaleng, pengisi dus, dsb. Tim yang direkomendasikan adalah tim yang terdiri dari orang-orang dengan keahlian yang berbeda. Masing-masing tim akan diberi tanggung jawab untuk memenuhi pesanan pelanggan tertentu. Dengan cara ini,task identity dan task significance akan meningkat bagi semua pekerja, karena mereka dapat melihat keseluruhan proses mulai dari awal hingga akhir, dan juga mereka dapat melihat bahwa apa yang mereka lakukan adalah penting bagi rekan-rekan sesama tim maupun pelanggan (Judge et al, 2001). Selain itu, autonomy juga dapat meningkat karena masing-masing tim dapat menentukan bagaimana cara yang terbaik bagi mereka untuk menyelesaikan pekerjaan mereka (Judge et al, 2001). Misalnya anggota tim dapat menentukan pembagian tugas di antara mereka. Salah satu konsekuensi dari program ini adalah adanya kemungkinan mesin-mesin dalam pabrik harus dipindahkan sesuai dengan pengelompokkan tim yang baru ini. Untuk itu, dibutuhkan analisis finansial untuk menentukan apakah perusahaan mampu membiayai hal ini.
Meningkatkan keahlian pekerja: Sejalan dengan tim yang baru, masing-masing pekerja kini harus menguasai lebih dari satu keahlian dalam keseluruhan proses kerja di perusahaan. Karena itu, mereka harus belajar dari rekan sesama anggota tim (coaching), ataupun dari pelatihan yang diadakan oleh perusahaan. Manajemen perusahaan harus memformalkan proses belajar ini untuk memastikan bahwa semua pekerja memiliki waktu dan kesempatan untuk meningkatkan keahliannya (misalnya dengan menetapkan satu jam pertama dari setiap shift kerja sebagai waktu coaching). Sebagai konsekuensinya, hasil kerja kemungkinan akan menurun untuk beberapa saat karena para pekerja masih berusaha mempelajari keahlian yang baru. Namun hal ini tidak akan berlangsung lama karena keahlian-keahlian yang dibutuhkan dalam Contoh Kasus di atas bukanlah keahlian yang rumit.
Tetapkan target: Target haruslah spesifik dan cukup sulit sehingga pekerja termotivasi untuk mencapainya (Locke & Latham, dalam Donovan, 2001). Jika memungkinkan, lebih baik seluruh anggota tim diikutsertakan dalam menetapkan target bagi tim tersebut. Menurut penelitian, Penetapan Target yang melibatkan partisipasi anggota tim akan menciptakan response generalisation (Ludwig & Geller, 1997). Maksudnya adalah bahwa motivasi untuk mencapai hasil kerja yang lebih tinggi tidak hanya terjadi pada tugas yang ditargetkan, tapi juga terjadi pada tugas lainnya (Ludwig & Geller, 1997).
Berikan umpan balik: Para pekerja harus diberi informasi mengenai prestasi kerja mereka. Umpan balik ini bisa diberikan secara rutin, atau ketika ada kejadian khusus yang efeknya signifikan bagi perusahaan (Wright, 1991). Penetapan Target sangatlah berkaitan dengan pemberian Umpan Balik karena Target tanpa Umpan Balik tidaklah efektif (Ludwig & Geller, 1997), dan juga sangat sulit memberikan Umpan Balik jika sejak awal tidak ada Target yang dapat dijadikan kriteria evaluasi (Wright, 1991). Konsekuensi dari program ini adalah perusahaan harus menciptakan mekanisme untuk mencatat prestasi kerja, baik dari segi kuantitas (misalnya jumlah dus yang dikirim per hari atau waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu dus soda) maupun kualitas (misalnya tim mana yang banyak dipuji pelanggan karena tidak pernah melakukan kesalahan dalam memenuhi pesanan).


















DAFTAR PUSTAKA
Sunyoto Munandar, Ashar.(2001).Psikologi Industri dan Organisasi.Jakarta: Universitas Indonesia.
Sihotang. A. Drs. M.B.A. (2006).Menejemen Sumber Daya Manusia .Jakarta : PT Pradnya Paramita.
P.Siagian, Sondang, Prof. Dr. MPA.(1988). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta : Rineka Citra.
http://wangmuba.com/2009/02/18/teori-teori-motivasi/
http://wangmuba.com/2009/02/18/teori-harapan-expectancy/
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang/motivasi-teori-proses-dan-penerapan



Jumat, 27 November 2015

Tugas Portofolio II : Psikologi Manajemen


Psikologi Manajemen
Tugas Portofolio II






                                         

Nama Anggota Kelompok:
Fitriany Gupita (13513559)
Guntur Prasetyo (19511225)
Listyorini Irawan Putri (15513012)
Regina Melisa (15511936)
Yoga Rahadian NF (19513461)


UNIVERSITAS GUNADARMA
            2015


















KEKUASAAN

DEFINISI KEKUASAAN
Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain.
Beberapa ahli yang telah menyatakan definisi-definisi dari kekuasaan. Yang meliputi:
MAX WEBER
Dia merumuskan kekuasaan itu sebagai suatu kemungkinan yang membuat seorang aktor di dalam suatu hubungan sosial berada dalam suatu jabatan untuk melaksanakan keinginannya sendiri dan yang menghilangkan halangan.
WALTER NORD
Merumuskan kekuasaan itu sebagai suatu kemampuan untuk mempengaruhi aliran, energi dan dana yang tersedia untuk mencapai suatu tujuan yang berbeda secara jelas dari tujuan lainnya. Kekuasaan dipergunakan hanya jika tujuan-tujuan tersebut paling sedikit mengakibatkan perselisihan satu sama lain.
ROGERS
Berusaha membuat jelas kekaburan istilah dengan merumuskan kekuasaan sebagai suatu potensi dari suatu pengaruh. Dengan demikian kekuasaan adalah suatu sumber yang bisa atau tidak bisa untuk dipergunakan. Penggunaan kekuasaan selalu mengakibatkan perubahan dalam kemungkinan bahwa seseorang atau kelompok akan mengangkat suatu perubahan perilaku yang diinginkan.

BENTUK-BENTUK KEKUASAAN MENURUT FRENCH & RAVEN
Coercive Power (Kuasa Paksaan)
Coercive Power adalah kemampuan untuk menghukum atau memperlakukan seseorang yang tidak melakukan permintaan atau perintah. Diperoleh dari salah satu kapasitas untuk membagikan punishment pada mereka yang tidak mematuhi permintaan atau perintah. Kekuasaan ini juga bisa dibilang kekuasaan karena rasa takut oleh seseorang yang memiliki kuasa dalam suatu hal. Karena hal itulah orang-orang yang menjadi bawahan atau pengikutnya, menjadi tunduk dan mau untuk melakukan perintah yang diberikan oleh orang yg berkuasa itu. Karena jika mereka tidak mengikuti apa yang diperintahkan, maka bawahan/pengkutnya tersebut akan mendapatkan sebuah hukuman. Contoh dari Coercive power adalah : misal, seorang atasan memberikan pemotongan gaji terhadap karyawan/bawahannya, karena bawahaanya tersebut telah melanggar peraturan perusahaan, bahkan jika kesalahan bawahannya tersebut fatal, maka si atasan akan melakukan pemecatan terhadapnya, atau seorang guru memberikan hukuman terhadap siswanya, dengan memberikan tugas yang banyak. Menurut Molm, 1987,1988 Seseorang juga menggunakan Coersive untuk mempengaruhi anggota grup lain, walaupun kebanyakan orang lebih memilih untuk menggunakan reward power daripada coersive power jika keduanya tersedia.
2. Insentif Power (Reward Power)
Reward power adalah suatu sikap yang patuh /tunduk yang dicapai berdasarkan kepatuhan/kemampuan untuk memberikan reward (imbalan) agar dipandang orang lain berharga, Seseorang akan patuh terhadap orang lain, jika dijanjikan akan diberikan sebuah imbalan yang sesuai dengan prestasinya. Selain itu reward power juda bisa diartikan kemampuan dalam mengontrol distribusi dalam pemberian reward atau menawarkan pada grup lainnya. Contoh dari Reward Power adalah bisa dalam bentuk : Bintang emas untuk murid, gaji untuk karyawan, persetujuan sosial untuk subyek dalam eksperimen, positif feed back untuk karyawan, makanan untuk orang kelaparan, kebebasan untuk narapidana, dan bahkan bunuh diri untuk yang merasa hidupnya tersiksa.
3. Legitimate Power (Kuasa yang sah)
Legitimate power adalah Pemimpin memperoleh hak dari pemegang kekuatan untuk memerlukan dan menuntut ketaatan. Seseorang yang telah memiliki legitimate power, akan menuntut bawahan atau pengikutnya untuk selalu taat pada peraturannya. Karena legitimate power memiliki definisi lain, yaitu kekuatan yang bersumber dari otoritas yang dapat dipertimbangkan hak untuk memerlukan dan pemenuhan perintah. Contoh daro Legitimate Power adalah : Pegawai polisi mengatakan penonton untuk pindah jika berada dalam suatu konser/pertunjukan musik, dosen menunggu isi kelas diam dan tenang sebelum mengajarkan materinya.
4. Expert power (Kekuasaan Pakar)
Pengaruh berdasar pada kepercayaan target bahwa pemegang kekuatan memiliki keahlian dan kemampuan yang superior dalam bidangnya. Seseorang yang memang ahli dalam bidangnya, akan mudah untuk menguasai/ mempengaruhi orang lain.Para anggota dalam suatu kelompok, pasti memiliki skill dan kemampuan yang berbeda. Maka dari itulah, suatu kelompok tercipata untuk saling melengkapi kekurangan anggota kelompki lainnya. Namun pada dasarnya, French dan Raven seseorang tidak perlu menjadi ahli untuk mendapatkan kekuatan ahli. Orang tersebut hanya perlu diterima oleh orang lain sebagai seorang yang ahli (Kapolwitz,1978; Littlepage & Mueller,1997). Sebenarnya, seseorang tidak harus memaksakan diri untuk menjadi seseorang yang ahli. Karena, sebenarnya kemampuan apapun yang kita miliki, tidak hanya kita yang menilai, tapi kita pun perlu penilaian dari orang lain. Contoh dari expert power adalah : seorang pasien percaya pada hasil diagnose dokter atas pentakit yang dideritanya, seseorang percaya pada seorang ilmuwan pada bidang, karena ilmuwan tersebut telah membuktikan hasil penelitiaanya.
5. Referent Power (Kekuasaan Rujukan)
Pengaruh yang didasarkan pada pemilikan sumber daya atau ciri pribadi yang diinginkan oleh seseorang, berkembang dari rasa kagum terhadap orang lain, untuk menjadi seperti orang yang dikaguminya itu, dikarenakan adanya karisma. Selain itu, Referent power juga menjelaskan bagaimana charismatic leader (seberapa tinggi komitmen anggota tersebut pada kelompoknya) mengatur untuk menggunakan banyak kontrol dalam grup mereka. Siapakah anggota yang paling baik, paling disukai, paling dihargai dsb. Contoh dari referent power adalah : Misalnya seorang pengikut dalam suatu kelompok, sangat mengagumi ketua kelompoknya, karena ketua kelompoknya tersebut memiliki pribadi yang kompeten, baik hati, bersikap mengayomi kepada semua pengikutnya, dan tidak pernah bersikap otoriter.

LEADERSHIP

DEFINISI LEADERSHIP
Kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Cara alamiah mempelajari kepemimpinan adalah "melakukannya dalam kerja" dengan praktik seperti pemagangan pada seorang seniman ahli, pengrajin, atau praktisi. Dalam hubungan ini sang ahli diharapkan sebagai bagian dari peranya memberikan pengajaran/instruksi.
TEORI KEPEMIMPINAN PARTISIPATIF
Teori X dan Teori Y dari Douglas McGregor
Teori prilaku adalah teori yang menjelaskan bahwa suatu perilaku tertentu dapat membedakan pemimpin dan bukan pemimpin pada orang-orang. Konsep teori X dan Y dikemukakan oleh Douglas McGregor dalam buku The Human Side Enterprise di mana para manajer / pemimpin organisasi perusahaan memiliki dua jenis pandangan terhadap para pegawai / karyawan yaitu teori x atau teori y.
Teori X
Teori ini menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk pemalas yang tidak suka bekerja serta senang menghindar dari pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pekerja memiliki ambisi yang kecil untuk mencapai tujuan perusahaan namun menginginkan balas jasa serta jaminan hidup yang tinggi. Dalam bekerja para pekerja harus terus diawasi, diancam serta diarahkan agar dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan perusahaan.
Teori X memberikan petuah manajer harus memberikan pengawasan yang ketat, tugas-tugas yang jelas, dan menetapkan imbalan atau hukuman. Hal tersebut, karena manusia lebih suka diawasi daripada bebas, segan bertanggung jawab, malas dan ingin aman saja, motivasi utamanya memperoleh uang dan takut sanksi.
Contoh individu dengan teori X : pekerja bangunan.
– Keuntungan Teori X :
Karyawan bekerja untuk memaksimalkan kebutuhan pribadi.
– Kelemahan Teori X :
a. Karyawan malas,
b. Berperasaan irrasional,
c. Tidak mampu mengendalikan diri dan disiplin.
 Teori Y

Teori Y
Teori Y memiliki anggapan bahwa kerja adalah kodrat manusia seperti halnya kegiatan sehari-hari lainnya. Individu yang berperilaku teori Y mempunyai sifat : suka bekerja, commit pada pekerjaan, suka mengambil tanggung jawab, suka memimpin, biasanya orang pintar.
Contoh orang dengan teori Y : manajer yang berorientasi pada kinerja.
– Keuntungan teori Y :
a. Pekerja menunjukkan kemampuan pengaturan diri,
b. Tanggung jawab,
c. Inisiatif tinggi,
d. Pekerja akan lebih memotivasi diri dari kebutuhan pekerjaan.
– Kelemahan Teori Y :
Apresiasi diri akan terhambat berkembang karena karyawan tidak selalu menuntut kepada perusahaan
Teori Sistem 4 dari Rensis Linkert
– Asumsi dasar
Bila seseorang memperhatikan dan memelihara pekerjanya dengan baik maka operasional organisasi akan membaik. Fungsi-fungsi manajemen berlangsung dalam empat system:
1.      Sistem pertama (exploitive authoritative)
Sistem yang penuh tekanan dan otoriter dimana segala sesuatu diperintahkan dengan tangan besi dan tidak memerlukan umpan balik. Pemimpin sangat otokratis, mempunyai sedikit kepercayaan kepada bawahan, suka mengekplotasi bawahan, bersikap paternalistik memotivasi dengan memberi ketakutan dan hukuman-hukuman, diselang seling pemberian penghargaan yang secara kebetulan (occasional reward), hanya mau memperhatikan pada komunikasi yang turun ke bawah, dan hanya membatasi proses pengambilan keputusan di tingkat atas.
2.      Sistem kedua (benevolent authoritative/otokrasi yang baik hati)
Sistem yang lebih lunak dan otoriter dimana manajer lebih sensitive terhadap kebutuhan karyawan. Mempunyai kepercayaan yang berselubung, percaya pada bawahan, mau memotivasi dengan hadiah-hadiah dan ketakutan berikut hukuman-hukuman, memperbolehkan adanya komunikasi ke atas, mendengarkan pendapat-pendapat, ide-ide dari bawahan, dan memperbolehkan adanya delegasi wewenang dalam proses keputusan, bawahan merasa tidak bebas untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugas pekerjaannya dengan atasan.
Sistem ketiga (manajer konsultatif)
Sistem konsultatif dimana pimpinan mencari masukan dari karyawan. Mempunyai sedikit kepercayaan pada bawahan, biasanya dalam perkara kalau ia memerlukan informasi, ide atau pendapat bawahan; masih menginginkan melakukan pengendalian atas keputusan-keputusan yang dibuatnya; mau melakukan motivasi dengan penghargaan dan hukuman yang kebetulan; dan juga berkehendak melakukan partisipasi; menetapkan dua pola hubungan komunikasi, iaitu ke atas dan ke bawah; membuat keputusan dan kebijakan yang luas pada tingkat bawah; bawahan merasa sedikit bebas untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugas pekerjaan bersama atasan.
4.      Sistem keempat (partisipative group/kelompok partisipatif)
Sistem partisipan dimana pekerja berpartisipasi aktif dalam membuat keputusan. Mempunyai kepercayaan yang sempurna terhadap bawahan; dalam setiap persoalan selalu mengandalkan untuk mendapatkan ide-ide dan pendapat-pendapat lainnya dari bawahan, dan mempunyai niatan untuk mempergunakan pendapat bawahan secara konstruktif; memberikan penghargaan yang bersifat ekonomis dengan berdasarkan partisipasi kelompok dan keterlibatannya pada setiap urusan terutama dalam penentuan tujuan bersama dan penilaian kemajuan pencapaian tujuan tersebut; mendorong bawahan untuk ikut bertanggung jawab membuat keputusan, dan juga melaksanakan keputusan tersebut dengan tanggung jawab yang besar; bawahan merasa secara mutlak mendapat kebebasan





Theori of friendship choice Tannenbaun dan Warren H.Schmidt.
Tannenbaun dan Schmidt dalam Hersey dan Blanchard (1994) berpendapat bahwa pimpinan mempengaruhi pengikutnya melalui beberapa cara, yaitu dari cara yang menonjolkan sisi ekstrim yang disebut dengan perilaku otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi ekstrim lainnya yang disebut dengan perilaku demokratis.
Perilaku otokratis, pada umumnya dinilai bersifat negative, dimana sumber kuasa atau wewenang berasal dari adanya pengaruh pimpinan.
Perilaku demokratis, perilaku kepemimpinan ini memperoleh sumber kuasa atau wewenang yang berawal dari bawahan.
Menurut teori Continuum ada tujuh tingkatan hubungan pemimpin dengan bawahan:
1. Pemimpin membuat dan mengumumkan keputusan terhadap bawahan (telling).
2. Pemimpin menjualkan dan menawarkan keputusan terhadap bawahan (selling).
3. Pemimpin menyampaikan ide dan mengundang pertanyaan.
4. Pemimpin memberiakn keputusan tentative dan keputusan masih dapat diubah.
5.  Pemimpin memberikan problem dan meminta sarang pemecahannya kepada bawahan     (consulting).
6. Pemimpin menentukan batasan-batasan dan minta kelompok untuk membuat keputusan.
7. Pemimpin mengizinkan bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan (joining).

TEORI KEPEMIMPINAN DAN KONSEP CHOICE APPROACH TO PARTICIPATION (Vroom&Yetton)
Menurut teori ini gaya kepemimpinan yang tepat ditentukan oleh corak persoalan yang dihadapi oleh macam keputusan yang harus diambil. Model teori ini dapat digunakan untuk:
• Membantu mengenali berbagai jenis situasi pemecahan persoalan secara berkelompok (group problem solving situation).
• Menyarankan gaya kepemimpinan mana yang dianggap layak untuk setiap situasi. Ada tiga perangkat parameter yang penting yaitu klasifikasi gaya kepemimpinan, kriteria efektifitas keputusan, Kriteria penemukenalan jenis pemecahan persoalan. Misalnya seorang dokter yang mengambil keputusan untuk melakukan operasi terhadap pasien yang mengalami kecelakaan tanpa dia harus berkonsultasi terlebih dahulu terhadap staf-stafnya dengan menggunakan informasi yang pada waktu itu diketahuinya. Dari sini dapat dilihat bahwa gaya pengambilan keputusan yang diambil oleh dokter tersebut merupakan gaya pengambilan keputusan A-1 yang dilakukan oleh seorang pemimpin yang dimana dia mengambil keputusannya sendiri dalam memecahkan persoalan dengan menggunakan informasi yang pada waktu itu diketahuinya.
Teori Kepemimpinan Contingensi of Leadhership (Fiedler)
Model ini menyatakan bahwa keefektifan suatu kelompok bergantung pada: • Hubungan dan interaksi pemimpin dan bawahannya
• Sejauh mana pemimpin mengendalikan dan mempengaruhi suatu situasi.
Dalam hal yang pertama dapat dinilai dengan kuisoner LPC (Least Prepered Coworker)
•Jika skor LPC tinggi, maka pemimpin berorientasi pada hubungan
•Jika skor LPC rendah, maka pemimpin berorientasi pada tugas.
Misalnya di dalam lingkungan bermasyarakat ketua RT setiap minggunya mengajak masyarakatnya untuk melakukan kerja bakti membersihkan lingkungan sekitar. Dimana kerja bakti tersebut diadakan agar mempererat hubungan antara ketua RT dengan warganya dan warga dengan sesama warga yang lain. Dalam kerja bakti tersebut ketua RT membimbing warganya untuk sama-sama bekerjasama dan dari kegiatan tersebut dapat diperoleh suatu manfaat agar ketua RT dapat mengenal warga lebih jauh dan menumbuhkan rasa kepedulian terhadap sesama.Tujuan ketua RT bukan hanya untuk menjadikan kampungnya bersih,tetapi lebih kepada mempererat hubungan interpersonal diantara mereka. Dari sini dapat dilihat bahwa ketua RT tersebut memilik skor LPC yang tinggi. Karena dia lebih berfokus pada hubungan dengan warganya.

TEORI KEPEMIMPINAN PATH GOAL THEORY
Model path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar:
•Fungsi pertama memberi kejelasan alur.
•Fungsi kedua adalah meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya. Misalnya didarerah kalideres ada yang mengadakan arisan peket sembako, dimana ketua arisan paket sembako setiap tiga bulan sekali mengadakan rapat dengan para kordinator untuk meningkatkan kinerja kordinator. Didalam rapat tersebut para kordinator memberikan saran untuk memperbaiki hasil dari isi paket sembako tersebut, mengadakan hiburan setiap dua bulan sekali,dan ketua arisannya juga berkonsultasi kepada mereka dalam pengelolahan keuangan dari arisan tersebut. Diatas merupakan contoh dari kepemimpinan partisipatif (participative leadership), dimana pemimpinnya berkonsultasi dengan bawahan dan mengambil saran-saran dan ide mereka. Kepemimpinan partisipatif dapat meningkatkan motivasi kerja bawahan.











DAFTAR PUSTAKA
http://www.pdf-search-engine.com Nortcraft GB and Neale MA., 1990 Organizational Behavior: A Management Challenge, The Dryden Press, Rinehart & Winston Inc.
http://www.scribd.com/doc/4994224/pengertian-manajemen

































































X



Jumat, 09 Oktober 2015

Psikologi Managemen : Tugas Portofolio 1

Psikologi Manajemen
Tugas Portofolio I


                                         





Nama Anggota Kelompok:
  1. Fitriany Gupita (13513559)
  2. Listyorini Irawan Putri (15513012)
  3. Regina Melisa (15511936)
  4. Yoga Rahadian NF (19513461)






I. Pengantar

A. Definisi Psikologi Manajemen

Psikologi manajemen adalah ilmu tentang bagaimana mengatur  sumber daya yang ada untuk memenuhi kebutuhan. Sebagai ilustrasi, dulu dalam manajemen, orang berproduksi hanya mengandalkan sumber daya alam. Misalnya, orang berburu, memancing atau memetik hasil hutan saja untuk memenuhi keperluannya. Tetapi lama-kelamaan mulai terasa bahwa dengan menambahkan sumber daya manusia (terutama akalnya), maka orang akan bisa lebih efektif dan efisien dalam berproduksi. Maka mulailah dikenal pertanian, peternakan dan upaya budi daya sumber-sumber alam lainnya.
Setelah itu, timbul lagi kebutuhan akan modal, karena dengan investasi dana tertentu, akan bisa dibuat alat tertentu untuk lebih meningkatkan lagi efisiensi dan efektivitas produksi. Maka sejak zaman revolusi industri, tiga modal kerja yang utama adalah SDA (Sumber Daya Alam), SDU (Sumber Daya Uang) dan SDM (Sumber Daya Manusia), dan ilmu manajemen pun berkisar pada upaya untuk mengoptimalkan kinerja antar ketiga modal kerja itu.
Lalu kaitannya dengan psikologi ialah: dengan ditemukan dan dikembangkannya ilmu psikologi, diketahui bahwa unsur SDM (Sumber Daya Manusia) ternyata merupakan yang terpenting dari ketiga modal kerja perusahaan manapun. Pasalnya, ilmu psikologi yang memang mempelajari perilaku manusia, mampu mengintervensi berbagai faktor internal manusia seperti motivasi, sikap kerja, keterampilan, dsb. Dengan berbagai macam teknik dan metode, sehingga bisa dicapai kinerja SDM (Sumber Daya Manusia) yang setinggi-tingginya untuk produktivitas perusahaan. 
Kegiatan intervensi (yang bertujuan untuk "mengolah" manusia) inilah yang menjadi titik tolak dari kajian ilmu psikologi manajemen. Hal ini bertujuan agar seluruh kayawan / SDM (Sumber Daya Manusia) dari suatu organisasi / perusahaan mengerti betul akan tugasnya, mampu memberikan informasi kepada pelanggan atau rekan sekerjanya, dan pada akhirnya membuat karyawan itu senang pada pekerjaan dan perusahaannya. 

B. Definisi Organisasi 

Organisasi dapat dikatakan sebagai serangkaian sistem yang dinamis yang saling berkaitan satu sama lain, yang dirancang untuk menghadapi tugas-tugas yang rumit.

II. Komunikasi

A. Definisi Komunikasi 

Komunikasi adalah proses sosial dimana individu-individu menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka. Komunikasi juga merupakan penyampaian informasi, gagasan, emosi, ketrampilan, dan sebagainya dengan menggunakan lambang-lambang atau kata-kata, gambar, bilangan, grafik, dan lain-lain. Kegiatan atau proses penyampaiannya biasanya dinamakan komunikasi.          

Komunikasi dibagi menjadi 2 yaitu: 
  1. Komunikasi internal. Komunikasi internal organisasi adalah proses penyampaian pesan antara anggota-anggota organisasi yang terjadi untuk kepentingan organisasi, seperti komunikasi antara pimpinan dengan bawahan, antara sesama bawahan, dsb. Proses komunikasi internal ini bisa berujud komunikasi antarpribadi ataupun komunikasi kelompok. Juga komunikasi bisa merupakan proses komunikasi primer maupun sekunder. Komunikasi internal ini lazim dibedakan menjadi dua, yaitu komunikasi vertikal dan komunikasi horizontal. Komunikasi vertikal adalah komunikasi dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Komunikasi dari pimpinan kepada bawahan dan dari bawahan kepada pimpinan. Dalam komunikasi vertikal, pimpinan memberikan instruksi-instruksi, petunjuk-petunjuk, informasi-informasi, dan lain-lain kepada bawahannya. Sedangkan bawahan memberikan laporan-laporan, saran-saran, pengaduan-pengaduan dan sebagainya kepada pimpinan. Dan pengertian komunikasi horizontal atau lateral adalah komunikasi antara sesama seperti dari karyawan kepada karyawan, manajer kepada manajer. Pesan dalam komunikasi ini bisa mengalir di bagian yang sama di dalam organisasi atau mengalir antarbagian dan memperlancar pertukaran pengetahuan, pengalaman, metode, dan masalah.
  2. Komunikasi eksternal. Komunikasi eksternal organisasi adalah komunikasi antara pimpinan organisasi dengan khalayak di luar organisasi. Pada organisasi besar, komunikasi ini lebih banyak dilakukan oleh kepala hubungan masyarakat dari pada pimpinan sendiri. Yang dilakukan sendiri oleh pimpinan hanyalah terbatas pada hal-hal yang  dianggap sangat penting saja.

Komunikasi eksternal terdiri dari jalur yang timbal balik yaitu:
  1. Komunikasi dari organisasi kepada khalayakKomunikasi ini dilaksanakan umumnya bersifat informatif, yang dilakukan sedemikian rupa sehingga khalayak merasa memiliki keterlibatan, setidaknya ada hubungan batin. Komunikasi ini dapat melalui berbagai bentuk, seperti majalah organisasi; press release; artikel surat kabar atau majalah; pidato radio; film dokumenter; brosur; leaflet; poster; konferensi pers.
  2. Komunikasi dari khalayak kepada organisasi. Komunikasi dari khalayak kepada organisasi merupakan umpan balik sebagai efek dari kegiatan dan komunikasi yang dilakukan oleh organisasi.
B. Dimensi - Dimensi Komunikasi

Dimensi-dimensi komunikasi meliputi dibawah ini : 
  1. Isi: apa yang dibicarakan dalam komunikasi antara satu orang dengan orang yang lain atau bahkan lebih.
  2. Kebisingan: tinggi rendahnya suara yaang terdengar dalam melakukan komunikasi.
  3. Jaringan: sejauh mana seseorang meluaskan jangkauan informasinya dalam melakukan komunikasi. Diantaranya ada komunikasi yang bergantung  pada (jaringan satelit).
  4. Arah: Komunikasi terbagi menjadi 2 arah yaitu: 1. komunikasi satu arah adalah hanya ada satu orang berbicara menyampaikan infomasi untuk satu orang atau lebih, contohnya: promosi produk tertentu atau guru dikelas.2. Komunikasi 2 arah adalah adanya interaksi antara satu orang yang menyampaikan informasi kemudian satu orang atau lebih juga ikut berbicara, sehingga terciptanya interaksi untuk menyampaikan beberapa informasi.

III. Mempengaruhi Perilaku

A. Pengertian Pengaruh 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 849), “Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang atau benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.” Sementara itu, Surakhmad (1982:7) menyatakan bahwa  pengaruh adalah kekuatan yang muncul dari suatu benda atau orang dan juga gejala dalam yang dapat memberikan perubahan terhadap apa-apa yang ada di sekelilingnya. Jadi, dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pengaruh merupakan suatu daya atau kekuatan yang timbul dari sesuatu, baik itu orang maupun benda serta segala sesuatu yang ada di alam sehingga mempengaruhi apa-apa yang ada di sekitarnya.

B. Kunci - Kunci Perubahan Perilaku

Perubahan perilaku adalah penerapan yang terencana dan sistematis dari prinsip belajar yang telah ditetapkan untuk mengubah perilaku mal adaptif (Fisher & Gochros, 1975).

Karakteristik perubahan perilaku ialah:
  1. Fokus kepada perilaku (prosedur perubahan perilaku dirancang untuk merubah perilaku bukan merubah karakter atau sifat seseorang). Perilaku yang dirubah disebut target perilaku meliputi perilaku yang berlebihan atau perilaku yang tidak/kurang dimiliki oleh orang.
  2. Prosedurnya didasarkan kepada prinsip-prinsip behavioral. Perubahan perilaku adalah penerapan prinsip-prinsip dasar yang awalnya berasal dari penelitian eksperimental dengan binatang dilaboratorium (Skiner, 1938).
  3. Penekanannya kepada peristiwa-peristiwa didalam lingkungan. Perubahan perilaku meliputi asesmen dan perubahan peristiwa-peristiwa lingkungan yang mempunyai hubungan fungsional dengan perilaku.
  4. Treatment dilakukan oleh orang didalam kehidupan sehari-hari (Kazdin, 1994). Perubahan perilaku akan lebih efektif  apabila dikembangkan oleh orang-orang yang berada dilingkungan individu yang perilakunya menjadi target perubahan seperti guru, orangtua atau orang lain yang dilatih tentang perubahan perilaku
  5. Pengukuran perubahan perilaku. Melakukan pengukuran sebelum dan sesudah intervensi dilakukan untuk melihat perubahan perilaku. Asesmen terus dilakukan setelah intervensi untuk melihat apakah perubahan perilaku yang sudah terjadi dapat terjaga.
  6. Mengabaikan peristiwa-peristiwa masa lalu sebagai penyebab perilaku. Penekanan perubahan perilaku kepada peristiwa-peristiwa lingkungan saat ini yang menjadi penyebab perilaku sebagai dasar pemilihan intervensi perubahan perilaku yang tepat.
  7. Menolak hipotetis yang mendasari penyebab perilaku. Skiner (1974) menjelaskan bahwa dugaan terhadap penyebab yang mendasari perilaku tidak pernah dapat diukur atau dimanipulasi untuk menunjukkan hubungan fungsional perilaku. 
C. Model Mempengaruhi Orang Lain dan Perannya dalam Psikologi Manajemen


Cara mempengaruhi orang lain dengan dasar Pendekatan komunikasi persuasi dikemukakan oleh Aristoteles yang menyatakan terdapat 3 pendekatan dasar dalam komunikasi yang mampu mempengaruhi orang lain, yaitu:
  1. Logical argument (logos), yaitu penyampaian ajakan menggunakan argumentasi data-data yang ditemukan. Hal ini telah disinggung dalam komponen data.
  2. Psychological/ emotional argument (pathos), yaitu penyampaian ajakan menggunakan efek emosi positif maupun negatif. Misalnya, iklan yang menyenangkan, lucu dan membuat kita berempati termasuk menggunakan pendekatan psychological argument dengan efek emosi yang positif. Sedangkan iklan yang menjemukan, memuakkan bahkan membuat kita marah termasuk pendekatan psychological argument dengan efek emosi negatif.
  3. Argument based on credibility (ethos), yaitu ajakan atau arahan yang dituruti oleh komunikate/ audience karena komunikator mempunyai kredibilitas sebagai pakar dalam bidangnya. Contoh, kita menuruti nasehat medis dari dokter, kita mematuhi ajakan dari seorang pemuka agama, kita menelan mentah-mentah begitu saja kuliah dari dosen. Hal ini semata-mata karena kita mempercayai kepakaran seseorang dalam bidangnya.

Menurut Burgon & Huffner (2002), terdapat beberapa pendekatan yang dapat dilakukan agar komunikasi persuasi menjadi lebih efektif. Maksudnya lebih efektif yaitu agar lebih berkesan dalam mempengaruhi orang lain. Beberapa pendekatan itu antaranya:
  1. Pendekatan berdasarkan bukti, yaitu mengungkapkan data atau fakta yang terjadi sebaga bukti argumentatif agar berkesan lebih kuat terhadap ajakan.
  2. Pendekatan berdasarkan ketakutan, yaitu menggunakan fenomena yang menakutkan bagi audience atau komunikate dengan tujuan mengajak mereka menuruti pesan yang diberikan komunikator. Misalnya, bila terjadi kejadian luar biasa (KLB) demam berdarah maka pemerintah dengan pendekatan ketakutan dapat mempersuasi masyarakat untuk mencegah DBD.
  3. Pendekatan berdasarkan humor, yaitu menggunakan humor atau fantasi yang bersifat lucu dengan tujuan memudahkan masyarakat mengingat pesan karena mempunyai efek emosi yang positif. Contoh, iklan-iklan yang menggunakan bintang comedian atau menggunakan humor yang melekat di hati masyarakat.
  4. Pendekatan berdasarkan diksi, yaitu menggunakan pilihan kata yang mudah diingat (memorable) oleh audience / komunikate dengan tujuan membuat efek emosi positif atau negative. Misalnya, iklan rokok dengan dikasi “nggak ada loe nggak rame”.

D. Peran wewenang dalam manajemen

Wewenang merupakan kekuasaan yang memiliki keabsahan (legitimate power). 

Peran wewenang dalam manajemen ialah:
  1. Wewenang lini (Linie authority) yaitu wewenang yang mengalir secara vertikal. Pelimpahan wewenang dari atas ke bawah dan pengawasan langsung oleh pemimpin kepada staf yang menerimanya.
  2. Wewenang staf (Staf authority) yaitu wewenang yang mengalir ke samping yaitu wewenang yang diberikan kepada staf khusus untuk membantu melancarkan tugas staf yang diberikan wewenang lini. Wewenang staf diberikan karena ada spesialisasi adanya tugastugas menegerial yang terkait dengan fungsi staf seperti pengawasan, pelayanan kepada staff, atau penasihat.








Referensi : 
  1. Leavitt, J.H. (1992). Psikologi Manajemen. Alih Bahasa, Zarkasi, M. Jakarta: Erlangga.