Rabu, 09 November 2016

Tugas softskill 2

CONTOH KASUS  
Beberapa waktu belakangan ini dilaporkan seseorang meninggal dunia akibat bermain game online. Umumnya, mereka bermain game online dalam waktu yang cukup lama. Masih hangat beberapa waktu lalu, Naufal Hanifa Fadlurrahman, (18) asal Desa Terusan, Kecamatan Gedek, Kabupaten Mojokerto tewas saat asyik bermain game online, Jumat (05/8/2016) malam. Naufal tewas sekira pukul 18.30 WIB. Saat itu, remaja yang baru lulus SMA itu tengah asyik bermain game online di warung internet milik Hari, warga Jalan Mustika, Perum Bumi Sooko Permai, Kabupaten Mojokerto. Pada Juli 2016, dilaporkan seorang pria remaja berinisial NT (15) tewas tergantung di dalam rumahnya di kawasan Serpong Utara, Tangerang Selatan. Berdasarkan informasi warga sekitar korban kerap bermain games online. Namun, internet sedang tidak berfungsi sehingga korban kesal. Tidak hanya itu, pada awal 2015, dilaporkan seorang pria di Taiwan ditemukan tewas di sebuah warung internet setelah tiga hari berturut-turut bermain game. Pria bernama Hsieh itu diduga meninggal karena kelelahan. Hsieh tewas ketika sedang duduk di depan komputer setelah menghabiskan sekira 72 jam bermain game di sebuah warnet di Greater Kaohsiung, Taiwan. Pria 32 tahun itu ditemukan oleh staf dan pelanggan lain tidak bergerak di kursinya. Awalnya mereka semua mengira dia sedang tidur, tapi beberapa saat tubuh Hsieh merosot ke bawah meja. Pada November 2012 juga dilaporkan seorang pria asal Thailand yang gemar bermain video game ditemukan meninggal dunia di dalam kamarnya. Pria berusia 24 tahun ini tersungkur tak berdaya, tepat di depan meja komputernya. Petugas menuturkan, bermain game hingga puluhan jam ini akan menyebabkan masalah atau gangguan pada pembuluh darah dan jantung. Kasus tersebut merupakan kematian kedua yang terjadi di Taiwan pada 2012 akibat bermain video game dalam durasi waktu hingga berjam-jam.

 Analisa: Konsepsi Pecandu Game Online dalam Behaviorisme
Seseorang disebut kecanduan apabila dia berada pada sikap yang tidak terkontrol hingga mengulangi satu bentuk tingkah laku tanpa mempedulikan konsekuensi-konsekuensi negatif yang ada dirinya.[5]
Seseorang dikatakan pecandu apabila memenuhi minimal tiga dari enam kriteria yang diungkapkan oleh Brown (Dwiastuti, 2005:40). Yakni sebagai berikut:
Salience : menunjukkan dominasi aktivitas bermain game dalam pikiran dan tingkah laku. (1) Cognitive salience: dominasi aktivitas bermain game pada level pikiran; (2) Behavioral salience: dominasi aktivitas bermain game pada level tingkah laku.
Euphoria: mendapatkan kesenangan dalam aktivitas bermain game. 
 Conflict: pertentangan yang muncul antara pecandu dengan orang-orang yang ada disekitarnya (external conflict) dan juga dengan dirinya sendiri (internal conflict) tentang tingkat dari tingkah laku yang berlebihan. (1) Interpesonal conflict (eksternal): konflik yang terjadi dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. (2) Interpersonal conflik (internal): konflik yang terjadi dalam dirinya sendiri. 
 Tolerance: aktivitas bermain game online mengalami peningkatan secara progresif selama rentang periode untuk mendapatkan efek kepuasan.
Withdrawal: perasaan tidak menyenangkan ketika tidak melakukan aktivitas bermain game.
Relapse and Reinstatement: kecenderungan untuk melakukan pengulangan terhadap pola-pola awal tingkah laku pecandu atau bahkan menjadi lebih parah walaupun setelah bertahun-tahun hilang dan dikontrol. Hal ini menunjukkan kecenderungan ketidakmampuan untuk berhenti secara utuh dari aktivitas bermain game online. 
Menurut Brown (Dwiastuti, 2005:41-42) komponen-komponen inti yang bisa mengidentifikasi pecandu pada seseorang adalah salience, conflict dan euphoria. Nce, withdrawal, sebagai tambahannya adalah tolerrance , withdrawal, relapse danreinstatement, komponen-komponen ini merpakan komponen umum dalam sebuah fenomena kecanduan. Tolerance berkembang sebagai kebutuhan pada seseorang yang kecandua untuk meningkatkan kebergantungannya pada tingkah laku bermain game online untuk mendapatkan pengalaman yang sama dibandingkan pada saat menghentikan aktivitas tersebut. Sementara relapse dan  reinstatement merupakan pengembalian kepada keadaan semula dari kecanduan, walaupun setelah periode penahanan aktivitas. 
Diatas menunjukkan beberapa golongan apabila orang sudah mengalami kecanduan atau menjadi seorang pecandu.  



CARA PENANGANANNYA
Orang tua atau orang yang terdekat dengan korban seharusnya sebelum terjadi ia harus memiliki perhatian yang lebih terhadapnya agar memiliki batas waktu yang baik dalam bermain game online dan tidak terlalu focus bermain dengan game online
Dan kasus iinipun bergangguan dengan sikologis anak tersebut dengan adanya kasus ini orang tua mharus lebih ketat dan harus lebih perhatian terhadap anaknya agar tidak terjadi kejadian ini keulang kembali


Selasa, 11 Oktober 2016

tugas softskill 1 ( sistem informasi psikologi)

tugas softskill (1) sistem informasi psikologi
Pengertian Sistem Informasi




 apakah yang dimaksud dengan sistem informasi itu........?

 Sistem informasi yaitu suatu sistem yang menyediakan informasi untuk manajemen dalam mengambil keputusan dan juga untuk menjalankan operasional perusahaan, di mana sistem tersebut merupakan kombinasi dari orang-orang, teknologi informasi dan prosedur-prosedur yang tergorganisasi. Biasanya suatu perusahan atau badan usaha menyediakan semacam informasi yang berguna bagi manajemen. Sebagai contoh: Perusahaan toko buku mempunyai sistem informasi yang menyediakan informasi penjualan buku-buku setiap harinya, serta stock buku-buku yang tersedia, dengan informasi tersebut, seorang manajer bisa membuat kebutusan, stock buku apa yang harus segera mereka sediakan untuk toko buku mereka, manajer juga bisa tahu buku apa yang paling laris dibeli konsumen, sehingga mereka bisa memutuskan buku tersebut jumlah stocknya lebih banyak dari buku lainnya.

1.       Pengertian sistem informasi menurut John F. Nash Sistem Informasi adalah kombinasi dari manusia, fasilitas atau alat teknologi, media, prosedur dan pengendalian yang bermaksud menata jaringan komunikasi yang penting, proses atas transaksi-transaksi tertentu dan rutin, membantu manajemen dan pemakai intern dan ekstern dan menyediakan dasar pengambilan keputusan yang tepat
2.      Pengertian sistem informasi menurut Henry Lucas Sistem Informasi adalah suatu kegiatan dariprosedurprosedur yang diorganisasikan, bilamana dieksekusi akan menyediakan informasi untuk mendukung pengambilan keputusan dan pengendalian di dalam.


Sistem Informasi Psikologi





  Sistem informasi psikologi adalah suatu bidang kajian ilmu yang mempelajari tentang hubungan antara ilmu psikologi itu sendiri dalam kaitannya dengan penggunaan komputer dan aplikasinya dalam bidang psikologi.
  Sistem informasi psikologi adalah suatu sistem yang menyediakan informasi-informasi yang berkaitan dengan ilmu psikologi yang dapat dijadikan untuk meningkatkan penguna dalam pengambilan suatu keputusan terhadap penelitian, perencana, dan pengelolaan.
Perusahaan sekarang ini banyak menggunakan software tentang alat tes agar waktu yang digunakan dalam menyeleksi calon karyawan baru lebih cepat dan efisien, serta tidak membuang tenaga para penyeleksinya juga.

1.        Konseling online : anak-anak, remaja, wanita dllt
2.    Tes IQ
      3.   Tes Kepribadian :  Tes Rorschach atau bercak tinta adalah salah satu sarana proyeksi            yang   dapat digunakan untuk mengungkap kepribadian.



Sistem Informasi Berbasis Komputer


Dewasa ini sistem informasi berbasis komputer sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Dalam keseharian manusia dapat dikatan menggunakan peralatan berbasis teknologi komputer. Manusia sangat memerlukan informasi-informasi untuk menambah wawasan, membantu pekerjaan sehari-hari dan kualitas hidupnya. Oleh karena itulah banyak peneliti yang menciptakan berbagai perangkat berbasis komputer yang ditujukan untuk memudahkan manusia dalam pengaplikasiaannya.

Definisi Sistem  adalah suatu kesatuan usaha yang terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain yang berusaha mencapai suatu tujuan dalam suatu lingkungan yang kompleks atau merupakankumpulan dari beberapa elemen yang saling berintegrasi untuk mencapai tujuan tertentu. Elemen-elemen yang mewakili suatu sistem secara umum adalah masukan (input),pengolahan (processing) dan keluaran (output). Elemen-elemen sistem secara garis besar dapat digambarkan sebagai berikut :

OUTPUT     —–>    PROCESSING —–>  INPUT

Sistem mempunyai karakteristik atau sifat – sifat tertentu, yaitu :
                        1. Komponen Sistem
                        2. Batasan Sistem
                        3. Lingkungan Luar Sistem
                        4. Penghubung Sistem
                        5. Masukan Sistem
                        6. Keluaran Sistem
                        7. Pengolahan Sistem
                        8. Sasaran Sistem

Informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk yang berguna dan menjadi  berarti bagi       penerimanya. Kegunaan informasi adalah untuk mengurangi ketidakpastian di dalam         proses pengambilan keputusan tentang suatu      keadaan. Suatu informasi dikatakan bernilai bila manfaatnya lebih efektif           dibandingkan dengan biaya untuk mendapatkan informasi   tersebut.
Kualitas informasi sangat dipengaruhi atau ditentukan oleh beberapa hal yaitu :
a. Relevan (Relevancy)
b. Akurat (Accurancy)
c. Tepat waktu (Time liness)
d. Ekonomis (Economy)
e. Efisien (Efficiency)
f. Ketersediaan (Availability)
g. Dapat dipercaya (Reliability)
h. Konsisten

Computer Based Information System (CBIS) atau yang dalam Bahasa Indonesia disebut juga Sistem Informasi Berbasis Komputer merupakan sistem pengolah data menjadi sebuah informasi yang berkualitas, berguna bagi penerimanya, dan dipergunakan untuk suatu alat bantu pengambilan keputusan. Sistem Informasi “berbasis komputer” mengandung arti bahwa komputer memainkan peranan penting dalam sebuah sistem informasi.


Rabu, 20 Januari 2016

Psikologi Manajemen : Tugas Portofolio IV

Psikologi Manajemen Tugas
Portofolio IV

                                         



Nama Anggota Kelompok:
Fitriany Gupita (13513559)
Guntur Prasetyo (19511225)
Listyorini Irawan Putri (15513012)
Regina Melisa (15511936)
Yoga Rahadian NF (19513461)




UNIVERSITAS GUNADARMA
2015










SIKAP KERJA DAN KEPUASAN KERJA

SIKAP KERJA

DETERMINAN SIKAP KERJA

Sikap kerja dapat dijadikan indikator apakah suatu pekerjaan berjalan lancar atau tidak. Jika sikap kerja dilaksanakan dengan baik, pekerjaan akan berjalan lancar. Jika tidak berarti akan mengalami kesulitan. Tetapi, bukan berarti adanya kesulitan karena tidak dipatuhinya sikap kerja, melainkan ada masalah lain lagi dalam hubungan antara karyawan yang akibatnya sikap kerjanya diabaikan.

☻Menurut para tokoh :
Gibson (1997), menjelaskan sikap sebagai perasaan positif atau negatif atau keadaan mental yang selalu disiapkan, dipelajari dan diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh khusus pada respon seseorang terhadap orang, obyek ataupun keadaan. Sikap lebih merupakan determinan perilaku sebab, sikap berkaitan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi.
Sedangkan menurut Sada (2000) adalah tindakan yang akan diambil karyawan dan segala sesuatu yang harus dilakukan karyawan tersebut yang hasilnya sebanding dengan usaha yang dilakukan.

☻Sikap kerja mempunyai sisi mental yang mempengaruhi individu dalam memberikan reaksi terhadap stimulus mengenai dirinya diperoleh dari pengalaman dapat merespon stimulus tidaklah sama. Ada yang merespon secara positif dan ada yang merespon secara negative. Karyawan yang memiliki loyalitas tinggi akan memiliki sikap kerja yang positif. Sikap kerja yang positif meliputi :

1) kemauan untuk bekerja sama. Bekerja sama dengan orang-orang dalam suatu kelompok akan memungkinkan perusahaan dapat mencapai tujuan yang tidak mungkin dicapai oleh orang-orang secara individual.

2) rasa memiliki. Adanya rasa ikut memiliki karyawan terhadap perusahaan akan membuat karyawan memiliki sikap untuk ikut menjaga dan bertanggung jawab terhadap perusahaan sehingga pada akhirnya akan menimbulkan loyalitas demi tercpainya tjuan perusahaan.

3) hubungan antar pribadi. Karyawan yang mempunyai loyalitas karyawan tinggi mereka akan mempunyai sikap fleksibel kea rah tete hubungan antara pribadi. Hubungan antara pribadi ini meliputi : hubungan social diantara karyawan. Hubungan yang harmonis antara atasan dan karyawan, situasi kerja dan sugesti dari teman sekerja.

4) suka terhadap pekerjaan. Perusahaan harus dapat menghadapi kenyataan bahwa karyawannya tiap hari dating untu bekerja sama sebagai manusia seutuhnya dalam hal melakukan pekerjaan yang akan dilakukan dengan senang hati sebagai indikatornya bisa dilihat dari : kesanggupan karyawan dalam bekerja, karyawan tidak kpernah menuntut apa yang diterimanya di luar gaji pokok.

☻ Faktor-faktor Sikap Kerja

Menurut Blum and Naylor (Aniek, 2005) terdapat beberapa factor yang mempengaruhi sikap kerja, diantaranya:

a) Kondisi Kerja → Situasi kerja yang meliputi lingkungan fisik ataupun lingkungan social yang menjamin akan mempengaruhi kenyamanan dalam bekerja. Karena dengan adanya rasa nyaman akan mempengaruhi semangat dan kualitas karyawan.

b) Pengawasan Atasan → Seorang pimpinan yang melakukan pengawasan terhadap karyawan dengan baik dan penuh perhatian pada umumnya berpengaruh terhadap sikap dan semangat kerja karyawan.

c) Kerja sama dari teman sekerja → Adanya teman sekerja yang dapat berkerjasama akan sangat mendukung kualitas dan prestasi dalam menyelesaikan pekerjaan.

d) Keamanan → Adanya rasa aman yang tercipta serta lingkungan yang terjaga akan menjamin dan menambah ketenangan dalam pekerjaan.

e) Kesempatan untuk maju → Adanya jaminan masa depan yang lebih baik dalam hal karier baik promosi jabatan dan jaminan hari tua.

f) Fasilitas kerja → Tersedianya fasilitas-fasilitas yang dapat digunakan karyawan dalam pekerjaannya.

g) Upah atau Gaji → Rasa senang terhadap imbalan yang diberikan perusahaan baik yang berupa gaji pokok, tunjangan dan sebagainya yang dapat mempengaruhi sikap karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya. 


PENGUKURAN SIKAP KERJA

Seperti yang sudah diuraikan sebelumnya, Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal. Ketika seorang merasakan kepuasan dalam bekerja tentunya ia akan berupaya semaksimal mungkin dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugas pekerjaannya. Dengan demikian produktivitas dan hasil kerja karyawan akan meningkat secara optimal.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan pada dasarnya secara praktis dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam diri dan dibawa oleh setiap karyawan sejak mulai bekerja di tempat pekerjaannya, Sebagai contoh, karyawan yang sudah lama bekerja memiliki kecenderungan lebih puas dibandingkan dengan karyawan yang belum lama bekerja (Doering et al., 1983) Faktor eksentrinsik menyangkut hal-hal yang berasal dari luar diri karyawan, antara lain kondisi fisik lingkungan kerja, interaksinya dengan karyawan lain, sistem penggajian dan sebagainya.
Secara teoritis, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja sangat banyak jumlahnya, seperti gayakepemimpinan, produktivitas kerja, perilaku, locus of control , pemenuhan harapan penggajian dan efektivitas kerja.

☻ Salah satu cara untuk menentukan apakah pekerja puas dengan pekerjaannya atau tidak, ialah dengan membandingkan pekerjaan mereka dengan beberapa pekerjaan ideal tertentu (teori kesenjangan).

☻ Faktor-faktor yang biasanya digunakan untuk mengukur kepuasan kerja seorang pegawai diantaranya :

Ø isi pekerjaan, penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai kontrol terhadap pekerjaan

Ø supervise

Ø organisasi dan manajemen

Ø kesempatan untuk maju

Ø gaji dan keuntungan dalam bidang finansial lainnya seperti adanya insentif

Ø rekan kerja

Ø kondisi pekerjaan

☻Menurut Job Descriptive Index (JDI) faktor penyebab kepuasan kerja, pengukuran sikap/kepuasan kerja, diantaranya :

1. bekerja pada tempat yang tepat

2. pembayaran yang sesuai

3. organisasi dan manajemen

4. supervisi pada pekerjaan yang tepat

5. orang yang berada dalam pekerjaan yang tepat


TEORI-TEORI KEPUASAN KERJA

Menurut Wexley dan Yukl (1977) teori-teori tentang kepuasan kerja ada tiga macam yang lazim dikenal yaitu:

1.Teori Perbandingan Intrapersonal (Discrepancy Theory)

Kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan oleh individu merupakan hasil dari perbandingan atau kesenjangan yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap berbagai macam hal yang sudah diperolehnya dari pekerjaan dan yang menjadi harapannya. Kepuasan akan dirasakan oleh individu tersebut bila perbedaan atau kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan kecil, sebaliknya ketidakpuasan akan dirasakan oleh individu bila perbedaan atau kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan besar.

2. Teori Keadilan (Equity Theory)

Seseorang akan merasa puas atau tidak puas tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan atau tidak atas suatu situasi. Perasaan equity atau inequity atas suatu situasi diperoleh seseorang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor, maupunditempat lain.

3. Teori Dua – Faktor (Two Factor Theory)

Prinsip dari teori ini adalah bahwa kepuasan dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda. Menurut teori ini, karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yang satu dinamakan Dissatisfier atau hygiene factors dan yang lain dinamakan satisfier atau motivators.
Satisfier atau motivators adalah faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari prestasi, pengakuan, wewenang, tanggungjawab dan promosi. Dikatakan tidak adanya kondisi-kondisi ini bukan berarti membuktikan kondisi sangat tidak puas, tetapi kalau ada, akan membentuk motivasi kuat yang menghasilkan prestasi kerja yang baik. Oleh sebab itu faktor ini disebut sebagai pemuas. Hygiene factors adalah faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber kepuasan, terdiri dari gaji, insentif, pengawasan, hubungan pribadi, kondisi kerja dan status.

KEPUASAN KERJA

DEFINISI KEPUASAN KERJA

Kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda-beda, seperti yang didefinisikan oleh Kreitner & Kinicki (2005), bahwa kepuasan kerja sebagai efektivitas atau respons emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan. Definisi ini mengandung pengertian bahwa kepuasan kerja bukanlah suatu konsep tunggal, sebaliknya seseorang dapat relatif puas dengan suatu aspek dari pekerjaannya dan tidak puas dengan salah satu atau beberapa aspek lainnya. Blum (As’ad, 2000) mengatakan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, karakteristik individual, serta hubungan kelompok di luar pekerjaan itu sendiri. Handoko (2001) mengatakan bahwa kepuasan kerja sebagai respon emosional menunjukkan perasaan yang menyenangkan berkaitan dengan pandangan karyawan terhadap pekerjaannya.

Tiffin mengemukakan bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaan itu sendiri, situasi kerja, kerjasama antara pimpinan dan sesama pimpinan dan sesama karyawan. Locke dan Luthans berpendapat bahwa kepuasan kerja adalah perasaan pekerja atau karyawan yang berhubungan dengan pekerjaannya, yaitu merasa senang atau tidak senang, sebagai hasil penilaian individu yang bersangkutan terhadap pekerjaannya.

Herzberg di dalam teorinya Two Factors Theory mengatakan bahwa kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda serta kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu tidak merupakan suatu variabel yang kontinyu. Berdasarkan penelitian yang ia lakukan, Herzberg membagi situasi yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok yaitu kelompok satisfiers dan kelompok dissatisfiers. Kelompok satisfiers atau motivator adalah faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari achievement, recognition, work it self, responsibility and advancement.

Herzberg mengatakan bahwa hadirnya faktor ini dapat menimbulkan kepuasan, tetapi tidak hadirnya faktor ini tidaklah selalu mengakibatkan ketidakpuasan. Sedangkan kelompok dissatisfiers ialah faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber ketidakpuasan yang terdiri dari company policy and administration, supervision technical, salary, interpersonal relations, working conditions, job security dan status. Perbaikan terhadap kondisi atau situasi ini akan mengurangi atau menghilangkan ketidakpuasan, tetapi tidak akan menimbulkan kepuasan karena ia bukan sumber kepuasan kerja.

ASPEK-ASPEK KEPUASAN KERJA

a.    Aspek Psikologis yang berhubungan dengan kejiwaandan minat, ketentraman kerja dan sikap kerja, bakat dan ketrampilan dari karyawan.

b.    Aspek social berhubungan dengan interaksi social baik antar sesame karyawan maupun antar karyawan yang berbeda jenis kerja serta hubungan dengan anggota keluarga.

c.     Aspek fisi berhungbungan dengan kondisi tubuhnya meliputi juga jenis pekerjaanya pengaturan kerja, pengaturan waktu istirahat dan keadaan ruangan, kondisi kesehatan dan umur.

d.    Aspek Finasial berhubungan dengan jaminan ddan kesejatheraan yang melipti system besaran gaji, jaminan social, tunjangan faislitas dan promosi.

Komitmen Organisasi

Organanizational Behavior adalah ketika individu membantu individu lain secara berhati-hati tanpa mengharapkan peghargaan dengan asas asasnya yaitu mengutamakan orang lain, kehormatan, ketilitian, Civic virtue, Peace making.

Employee Well-Being yaitu kepuasan kerja mempengaruhi kesejahteraan karyawanpersaan bahagia , sehat, sukses seorang karyqawan adalah konsekuensi kepuasan kerjanya.

Stress Kerja selain konsekuensi dari job satisfaction yaitu orang yang tidak puas akan mengalami stress kerja tinggi yang diistilahkan dengan distress dan sebaliknya eustress untuk yang memiliki kepuasan kerja.

DIMENSI-DIMENSI KEPUASAN KERJA

Nelson and Quick   (2006) mengungkapkan bahwa kepuasan kerja dipengaruhi 5 dimensi  spesifik dari pekerjaan yaitu gaji, pekerjaan itu sendiri, kesempatan promosi, supervisi dan rekan kerja.
Gaji merupakan sejumlah upah yang diterima dan tingkat dimana hal ini bisa diangap sebagai hal yang pantas dibandingkan dengen orang lain di dalam organisasi. Karyawan memandang gaji sebagai refleksi dari bagaimana manajemen memandang kontribusi mereka terhadap perusahaan. 
Promosi merupakan factor yang berhubungan dengan ada atau tidaknya kesempatan memperoleh peningkatan karier selama bekwerja. Kesempatan inilah yang memiliki pengaruh yang berbeda pada kepuasan kerja.

Supervise merupakan kemampuan atasan untuk memberikan bantuan teknis dan dukungan prilaku kepada bawahan yang mengalami permasalahan dalam pekerjaan.
Rekan Kerja merupakan tungakat dimana rekan kerja yang pandai dan mendukung secara social merupakan factor yang berhubungan dengan hubungan antara pegawai dan atsannya dan dengan pegawai lainnya baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaan.

Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja akan dapat diketahui dengan melihat beberapa hal yang 
dapat menimbulkan dan mendorong kepuasan kerja  yaitu:

Faktor Psikologik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan yang meliputi minat, ketentraman dalam bekerja, sikap terhadap kerja, bakat dan keterampilan.

Faktor Sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik sesama karyawan dengan atasan maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya.

Faktor Fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan, umur dan sebagainya.

Faktor Finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan yang meliputi sistim dan besarnya gaji, jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi dan sebagainya.

HUBUNGAN PELAKSANAAN KERJA DAN KEPUASAN KERJA

Seorang pekerja yang masuk dan bergabung dalam suatu organisasi, institusi maupun perusahaan mempunyai seperangkat keinginan, kebutuhan , hasrat dan pengalaman masa lalu yang menyatu dan membentuk suatu harapan yang diharapkan dapat dipenuhi di tempatnya bekerja. Kepuasan kerja ini akan didapat apabila ada kesesuaian antara harapan pekerja dan kenyataan yang didapatkan ditempat bekerja. Persepsi pekerja mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya dan kepuasan kerja melibatkan rasa aman, rasa adil, rasa menikmati, rasa bergairah, status dan kebanggaan.
Keyakinan bahwa karyawan yang terpuaskan akan lebih produktif daripada karyawan yang tak terpuaskan merupakan suatu ajaran dasar diantara para manajer selama bertahun-tahun (Robbins, 2001:26).

Menurut Strauss dan Sayles dalam Handoko (2001:196) kepuasan kerja juga penting untuk aktualisasi, karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis, dan pada gilirannya akan menjadi frustasi. Karyawan yang seperti ini akan sering melamun, mempunyai semangat kerja yang rendah, cepat lelah dan bosan, emosi tidak stabil, sering absen dan melakukan kesibukan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang harus dilakukan. Sedangkan karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja biasanya mempunyai catatan kehadiran dan perputaran kerja yang lebih baik, kurang aktif dalam kegiatan serikat karyawan, dan kadang-kadang berprestasi bekerja lebih baik daripada karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja. Oleh karena itu kepuasan kerja mempunyai arti penting baik bagi karyawan maupun perusahaan, terutama karena menciptakan keadaan positif di dalam lingkungan kerja perusahaan.
Peningkatan kepuasan kerja karyawan pada suatu organisasi tidak bisa dilepaskan dari peranan pemimpin dalam organisasi tersebut, kepemimpinan merupakan kunci utama dalam manajemen yang memainkan peran penting dan strategis dalam kelangsungan hidup suatu perusahaan, pemimpin merupakan pencetus tujuan, merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan dan mengendalikan seluruh sumber daya yang dimiliki sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai secara efektif dan efisien. Kepemimpinan manajerial dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya (Handoko, 2001 : 291). Oleh sebab itu pemimpin suatu organisasi perusahaan dituntut untuk selalu mampu menciptakan kondisi yang mampu memuaskan karyawan dalam bekerja sehingga diperoleh karyawan yang tidak hanya mampu bekerja akan tetapi juga bersedia bekerja kearah pencapaian tujuan perusahaan.

Setiap karyawan memiliki keinginan untuk mengimplementasikan pengetahuan, keahlian dan pendidikan yang didapatkan sebelumnya kepada perusahaan dimana mereka bekerja. Jika mereka tidak mampu mengaplikasikannya, mereka akan menjadi tidak puas dan pada akhirnya akan mempengaruhi lama bekerja (length of employment), hal ini bisa dikaitkan dengan loyalitas karyawan. Jika karyawan dihargai secara adil sesuai dengan prestasi kerjanya maka mereka akan merasa nyaman dalam bekerja dan tidak memiliki tendensi untuk berpindah pekerjaan di tempat lain (Siehoyono, 2004).

Menurut Miller (1991), kepuasan karyawan adalah suatu ukuran kepuasan dari tiap personel dengan peran yang berbeda dalam organisasi dan meliputi keterlibatan perusahaan (company involvement), keuangan dan status kerja (financial dan job status), dan kepuasan kerja intrinsik (intrinsic job satisfaction).

☻ Hubungannya dapat dilihat dari beberapa pengaruh, diantaranya:

1) Pengaruh Antara Kerja Sama (teamwork) Dengan Kepuasan Karyawan. Greenberd dan Baron (2003) menyatakan bahwa team adalah suatu kelompok yang anggotanya memiliki keahlian yang saling melengkapi dan masing-masing berkomitmen kepada tujuan yang sama (Siehoyono, 2004). 
Kerja sama yang saling menguntungkan dan mendukung dalam suatu organisasi, akan menimbulkan kepuasan tersendiri pada anggota kelompok itu sendiri. Dari studi yang dilakukan oleh Loveman (1998) terhadap bank retail disimpulkan bahwa kerja sama adalah salah satu faktor yang memberi kontribusi atas kepuasan karyawan selain kualitas perusahaan, penghargaan dan fokus konsumen. Kesimpulan ini juga didukung pernyataan dari Heinhuis et al.,(1998).

2) Pengaruh Antara Kesesuaian Terhadap Pekerjaan (employee job fit) Dengan Kepuasan Karyawan.Advantage Hiring, Inc mendefinisikan kesesuaian kerja sebagai karakteristik dari lingkungan kerja (Mozkowitz, Get “FIT” to reduce turnover, n.d.). Menurut O’Reilly, Chatman, & Caldwell (1991), tujuan perusahaan yang menyatu kepada tujuan karyawan secara perorangan akan menjadikan karyawan merasa sayang untuk pergi (Mozkowitz, Get “FIT” to reduce turnover, n.d.). Namun sebaliknya, karyawan yang merasa tidak cocok dengan tujuan perusahaan cenderung tidak puas dan meninggalkan perusahaan (Lovelace dan Rosen, 1996). Semakin tinggi kesesuaian terhadap pekerjaan, maka akan semakin kecil penyimpangan terhadap performa kerja.

3) Pengaruh Antara Kesesuaian Terhadap Teknologi (technology job fit) Dengan Kepuasan Karyawan.Kesesuaian terhadap teknologi berkaitan dengan ketepatan terhadap alat atau teknologi yang digunakan dalam bekerja. Penelitian menunjukkan adanya hubungan sebab-akibat antara technology job fit dengan employee satisfaction (Corbet et al., 1989). Dengan kata lain, penggunaan teknologi yang sesuai akan menjadikan pekerjaan tersebut efisien dan menimbulkan rasa puas dalam diri karyawan. Semakin tinggi kesesuaian terhadap teknologi, maka akan semakin besar komitmen pada perusahaan.

4) Pengaruh Antara Kemampuan Kontrol Diri (perceived control) Dengan Kepuasan Karyawan → Kemampuan kontrol diri mewakili hubungan antara reaksi individu terhadap tekanan dan kemampuan untuk mengendalikan situasi tersebut (Zeithaml et al., 1991). Menurut Averill (1973, dikutip dari Zeithaml et al., 1991) ada 3 bentuk kontrol yaitu: (1) kontrol perilaku yaitu kemampuan untuk memberi respon yang mempengaruhi situasi yang mengancam; (2) kontol kognitif yaitu kemampuan untuk mengurangi tekanan sesuai informasi yang diproses, dan (3) kontrol keputusan melibatkan seleksi atau pemilihan tujuan. Semakin tinggi kemampuan kontrol diri, maka akan semakin besar komitmen pada perusahaan.

5) Pengaruh Antara Sistem Pengontrolan Pengawasan (supervisory control system) Dengan Kepuasan Karyawan. Definisi sistem pengontrolan pengawasan adalah untuk menentukan aktivitas mengawasi karyawan, selain itu juga mencakup dukungan sosial (Zeithaml et al.,1991). Dalam kondisi yang sederhana, sistem pengontrolan pengawasan merujuk pada tingkat dimana perilaku karyawan di evaluasi lebih dibandingkan kuantitas output. Menurut Butler (1999), pengawasan mempunyai peran penting dalm mengkoordinasikan kerja sama diantara karyawan (kesatuan grup dapat didukung dengan efisiensi oleh para manajer). Semakin baik system pengontrolan pengawasan, maka akan semakin tinggi kerjasama dan kepercayaan karyawan terhadap manajer (Siehoyono, 2004).

6) Pengaruh Antara Konflik Peran (role conflict) Dengan Kepuasan Karyawan. Ketika individu dihadapkan pada peran yang menyimpang dari harapan, hasilnya adalah konflik peran (Robbins, 1996). Konflik peran adalah suatu situasi yang terjadi jika sesorang diharapkan untuk memerankan dua peran yang bertentangan. Perubahan yang sering terjadi terhadap lokasi kerja, jumlah staff pendukung dan tanggungjawab pengawasan diidentifikasikan oleh Kahn et al., (1964) sebegai penyebab adanya konflik yang salah satunya adalah konflik peran (role conflict). Konflik yang tidak kunjung terselesaikan akan mempengaruhi performa kerja (Bernard & White, 1986), dan konsekuensinya adalah penurunan kepuasan kerja (Kahn et al., 1964). sebegai penyebab adanya konflik yang salah satunya adalah konflik peran (role conflict). Konflik yang tidak kunjung terselesaikan akan mempengaruhi performa kerja (Bernard & White, 1986), dan konsekuensinya adalah penurunan kepuasan kerja (Kahn et al., 1964).

7) Pengaruh Antara Ambiguitas Peran (role ambiguity) Dengan Kepuasan Karyawan. 
Ambiguitas peran dalam perspektif karyawan oleh Mills dan Margulies mengacu secara khusus kepada situasi yang tidak jelas mengenai bagaimana menjalankan peran dalam organisasi. Ambiguitas peran dihasilkan dari ketidakpastian seseorang tentang harapan mereka dari pekerjaan yang diberikan (Werther dan Davis, 1996). Penelitian yang dilakukan oleh Kahn et al., (1964), menyatakan bahwa peran dalam organsasi yang perkembangannya terus berubah akan menimbulkan ketidakjelasan peran karena ekspektasi yang ada juga sering berubah. Ketidakmampuan dalam menghadapi ambiguitas peran merupakan salah satu penyebab tekanan dalam bekerja (Rizzo et al., 1970), dan juga berpengaruh pada penurunan kepuasan kerja karyawan (Fisher & Gitelson, 1983; Jackson & Schuler, 1985; Lamble, kepuasan kerja karyawan 1980, Igbaria & Guimaraes, 1993 dikutip dari Chambers, Moore & Bachtel, n.d.).


DAFTAR PUSTAKA

http://jurnal-sdm.blogspot.com/2007/11/kepemimpinan-karakteristik-pekerjaan.html
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/04/teori-teori-tentang-kepuasan-kerja-dan.html
http://klinis.wordpress.com/2008/01/02/sikap-kerja-perawat/
http://www.masbow.com/2009/11/loyalitas-kerja.html
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/03/kepuasan-kerja-karyawan-dalam.html
http://www.masbow.com/2009/10/teori-psikologi-kepuasan-kerja.html
http://www.Liputan6.com
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2007/11/hubungan-kepemimpinan-dengan-kepuasan.html

Senin, 14 Desember 2015

Tugas Portofolio III : Psikologi Manajemen

Psikologi Manajemen
Tugas Portofolio III





Nama Anggota Kelompok:
  1. Fitriany Gupita (13513559)
  2. Listyorini Irawan Putri (15513012)
  3. Regina Melisa (15511936)
  4. Yoga Rahadian NF (19513461)














                                                                                                               I.            MOTIVASI

A.    Pengertian Motivasi
Manajemen sumber daya manusia pada dasarnya berisikan langkah-langkah perencanaan, penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya manusia (SDM) untuk mencapai tujuan tertentu, baik  tujuan individual maupun tujuan organisasi.
Keberhasilan pengolahan organisasi atau prusahaan bisnis sanggat ditentukan oleh aktivitas kegiatan pendayagunaan sumber daya manusia, dalam hal ini seorang manajer harus memiliki teknik-teknik untuk dapat memelihara prestasi dan kepuasan kerja, antar lain dengan memberikan motivasi kepada bawahan agar dapat melaksanakan tugas sesuai dengan ketentuan yang berlaku.  
Motivasi adalah: Keinginan yang terdapat pada seorang individu yang merangsangnya melakukan tindakan (GR. Terry, yang dikutip oleh Malayu S.P Hasibuan (2005 : 145). Motivasi : pekerjaan yang dilakukan oleh manajer dalam memberikan inspirasi, semangat, dan dorongan pada orang lain, dalam hal ini karyawannya untuk mengambil tindakan-tindakan tertentu  ( Liang Gie, yang dikutip oleh Sadali Samsudin ( 2006 :281 ). Motivasi: keseluruhan proses pemberian motivasi bekerja kepada bawahan sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisien dan ekonomis (Siagian, yang dikutip oleh Sedarmayanti ( 2001  : 66  ). Motivasi meliputi perasaan unik, pikiran dan pengalaman masa lalu yang merupakan bagian dari hubungan internal dan eksternal perusahaan sedemikian pentingnya motivasi, banyak ahli filsafat, sosiolog, psikolog maupun ahli manajemen melakukan penelitian.
Berikut adalah definisi-definisi mengenai motivasi yang dikutip dari beberapa ahli : Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan atau menggerakkan. Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya ditujukan pada sumber daya manusia umumnya dan bawahan khususnya. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Berikut ini adalah pengertian-pengertian motivasi kerja menurut para ahli, diantaranya yaitu: Motivasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), (2008:930) adalah :  “ Dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu, atau usaha–usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau sekelompok orang tertentu bergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendaki.” Motivasi kerja menurut Stephen P. Robbin (2006:214) bahwa : Motivasi merupakan proses yang berperan pada intensitas, arah, dan lamanya berlangsung upaya individu ke arah pencapaian tujuan. Motivasi kerja menurut Malayu S.P. Hasibuan (2005:141) bahwa : Motivasi kerja adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil kerja yang optimal. Motivasi kerja menurut  Kusnadi (2002:330) adalah upaya-upaya yang memunculkan semangat dari dalam orang itu sendiri melalui fasilitas penyediaan kepuasan.
Dari pengertian di atas bahwa motivasi kerja merupakan suatu keahlian dalam mengarahkan atau mengendalikan dan menggerakan seseorang untuk melakukan tindakan akan perilaku yang diinginkan berdasarkan sasaran-sasaran yang sudah ditetapkan untuk mencapai tujuan tertentu.
B.    Teori Drive-Reinforcement dan Implikasi Praktisnya
Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan pemberian konpensasi. Misalnya promosi seorang karyawan itu tergantung dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku tersebut. Teori pengukuhan ini terdiri dari dua jenis, yaitu :
1.     Pengukuhan Positif (Positive Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh positif diterapkan secara bersyarat.
2.     Pengukuhan Negatif (Negative Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuhan negatif dihilangkan secara bersyarat.
Jadi prinsip pengukuhan selalu berhubungan dengan bertambahnya frekuensi dan tanggapan, apabila diikuti oleh stimulus yang bersyarat. Demikian juga prinsip hukuman (Punishment) selalu berhubungan dengan berkurangnya frekuensi tanggapan, apabila tanggapan (response) itu diikuti oleh rangsangan yang bersyarat. Contoh : pengukuhan yang relatif malar adalah mendapatkan pujian setelah seseorang memproduksi tiap-tiap unit atau setiap hari disambut dengan hangat oleh manajer.
Teori ”drive” bisa diuraikan sebagai teori-teori dorongan tentang motivasi, perilaku didorong ke arah tujuan oleh keadaan-keadaan yang mendorong dalam diri seseorang atau binatang. Contohnya., Freud ( 1940-1949 ) berdasarkan ide-idenya tentang kepribadian pada bawaan, dalam kelahiran, dorongan seksual dan agresif, atau drive (teorinya akan diterangkan secara lebih detail dalam bab kepribadian). Secara umum , teori-teori drive mengatakan hal-hal berikut : ketika suatu keadaan dorongan internal muncul, individu di dorong untuk mengaturnya dalam perilaku yang akan mengarah ke tujuan yang mengurangi intensitas keadaan yang mendorong. Pada manusia dapat mencapai tujuan yang memadai yang mengurangi keadaan dorongan apabila dapat menyenangkan dan memuaskan. Jadi motivasi dapat dikatakan terdiri dari:
·         Suatu keadaan yang mendorong
·         Perilaku yang mengarah ke tujuan yang diilhami oleh keadaan terdorong
·         Pencapaian tujuan yang memadai
·         Pengurangan dan kepusaan subjektif dan kelegaan ke tingkat tujuan yang tercapai
Setelah keadaan itu, keadaan terdorong akan muncul lagi untuk mendorong perilaku ke arah tujuan yang sesuai. Pengulangan kejadian yang baru saja diuraikan seringkali disebut lingkaran korelasi.
Teori-teori Drive berbeda dalam sumber dari keadaan terdorong yang memaksa manusia atau binatang bertindak. Be berapa teori, termasuk teori Freud, dipahami oleh keadaan terdorong sejak belum lahir, atau instingtif. Tentang perilaku binatang, khususnya ahli ethologi telah mengusulkan suatu penjelasan suatu mekanisme dorongan sejak kelahiran (tinbergen, lorenz, dan leyhausen dalam morgan, dkk. 1986). Teori-teori drive yang lain telah mengembangkan peran belajar dalamkeaslian keadaan terdorong. Contohnya, dorongan yang di pelajari (learned drives), seperti mereka sebut, keaslian dalam latihan seseorang atau binatang atau pengalaman masa lalu dan yang berbeda dari satu individu ke individu yang lain. Karena penggunaan minuman keras sebelumnya, ketagihan heroin, contohnya mengembangkan suatu dorongan untuk mendapatkan hal tersebut, dan karena itu mendorong ke arah itu. Dan dalam realisasi motif sosial, orang telah belajar dorongan untuk kekuasaan, agresi atau prestasi. Keadaan terdorong yang dipelajari menjadi ciri abadi dari orag tertentu dan mendorong orang itu ke arah tujuan yang memadai, orang lain mungkin belajar motif sosial yang lain dan didorong ke arah tujuan yang berbeda.
Biasanya di terapkan dalam kehidupan sehari-hari, misalkan seorang kuli panggul di pasar tradisional, jika ia dapat mengangkut/mengirim 5 ton buah pada tiap 5 karung maka akan diberikan 2 kg buah segar oleh pemilik toko buah tersebut,
Drive-Reinforcement nya berbentuk reward berupa materi yang diberikan pemilik toko kepada pekerjanya (kuli panggul).
C.    Teori Harapan dan Implikasi Praktisnya
Teori pengharapan berargumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu , dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut.
Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan, mengatakan seseorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia menyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik (Victor Vroom dalam Robbin 2003:229) Karena ego manusia yang selalu menginginkan hasil yang baik baik saja, daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang terkandung dari harapan yang akan diperolehnya pada masa depan (Hasibuan 2001:165). Apabila harapan dapat menjadi kenyataan, karyawan akan cenderung meningkatkan gairah kerjanya. Sebaliknya jika harapan tidak tercapai, karyawan akan menjdadi malas.
Teori ini dikemukakan oleh Victor Vroom yang mendasarkan teorinya pada tiga konsep penting, yaitu:
1.     Harapan (Expentancy) adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena prilaku .Harapan merupakan propabilitas yang memiliki nilai berkisar nol yang berati tidak ada kemungkinan hingga satu yang berarti kepastian
2.     Nilai (Valence) adalah akibat dari prilaku tertentu mempunyai nilai atau martabat tertentu (daya atau nilai motivasi) bagi setiap individu tertentu
3.     Pertautan (Inatrumentality) persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengn hasil tingkat ke dua.Vroom mengemukakan bahwa pertautan dapat mempunyai nilai yang berkisar antara –1 yang menunjukan persepsi bahwa tercapinya tingkat ke dua adalah pasti tanpa hasis tingkat pertama dan tidak mungkin timbul dengan tercapainya hasil tingkat pertama dan positip satu +1 yang menunjukan bahwa hasil tingkat pertama perlu dan sudah cukup untuk menimbulkan hasil tingkat ke dua.
Teori ini termasuk ke dalam teori-teori kesadaran. Teori ini menunjukkan pendekatan kognitif terhadap motivasi kerja, yang menekankan kepada kemampuan individu dalam pemrosesan informasi. Kekuatan motivasi yang mendasarinya bukanlah sebuah kebutuhan. Pekerja diasumsikan melakukan penilaian rasional terhadap situasi kerjanya dengan mengumpulkan informasi untuk diolah, kemudian membuat keputusanyang optimal. Kebutuhan hanya digunakan untuk membantu dalam memahami bagaimana pekerja membuat pilihan berdasarkan pada keyakinan persepsi dan nilai – nilai mereka.. Salah satu teori harapan yang terkait dengan kerja dikemukakan oleh George Poulus, Mathoney dan Jones (1957) yang mengacu pada Path-Goal Theory. Mereka mengemukakan bahwa para pekerja akan cenderung menjadi produktif apabila mereka memandang produktivitas yang tinggi itu sebagai satu cara atau lebih pada tujuan pribadi.
Sebaliknya, kinerja yang rendah hanyalah satu jalan menuju tujuan pribadi. Misalnya produktivitas yang tinggi akan lebihcepat atau mudah untuk terpenuhinya tujuan pribadi daripada pekerja yang hasilnya terbatas atau lebih rendah. Dengan menggunakan pendekatan”jalan ke arah tujuan (path-goal)” ini, Vroom (1976) menyarankan suatu teori motivasi kerjayang dikenal dengan singkatan VIE – Valensi/kemampuan (valence), sarana (Instrumentality), dan harapan (Expectancy). Pada kesempatan ini yang dibahas yaitu mengenai Teori Harapan (Expectancy Theory). Nadler & Lawler menyatakan bahwa terlepas dari teori VIE sebagaimana yang diutarakan para ahli lainnya, namun ternyata teori VIE menerima terlalu banyak dukungan empiis karena nilainya yang positif bagi organisasi. Secar khusus, teori ini memberikan beberapa implikasi yang jelas dan positif bagi manajer, dimana manajer hendaknya memperhatikan petunjuk sebagai berikut: Menentukan mana penghargaan yang lebih penting para pegawai. Misalnya, kebanyakan manajer seringkali memandang bahwa pemberian gaji dan tunjangan yang tinggi sangat diinginkan pegawai, namun setelah dilakukan pnlitian dia terkejut karena hasilnya justru menunjukkan bahwa hal tersebut tidak terbukti. Demikian perlu dicatat bahwa keinginan para pegawai berbeda – beda,dan oleh karena itu mereka tidak memberikan respon dengan cara yang sama terhadap sistem insentif perusahaan. Mendefinisikan kinerja yang baik dengan menetapkan secara benar standar kuantitas dan kualitas kerja yang terukur. Memastikan bahwa tujuan kinerja bersifat realistik, apabila pegawai tidak mencapai tujuan kinerja yang diharapkan, maka motivasi untuk bekerja pun menjadi rendah. Pegawai harus merasakan bahwa penghargaan yang diterima terasa adil. Tetapi sistem motivasi yang berdasarkan pada equity (keadilan) jangan dikacaukan dengan sistem yang berdasarkan equality (kesamaan), dimana seluruh pegawai diberikan dengan penghargaan yang sama dengan mengabaikan kualitas kerja dan hasil kerja masing – masing individu. Mengingat ada beberapa organisasi yang memiliki aturan kerja yang kaku dan sistem penghargaan yang mendorong para pekerja untuk mencapai hasil yang setinggi – tingginya, maka para manajer hendaknya merancang sistem penghargaan yang lebih fleksibel dan equitable.
Contoh Kasus PHK:
Dari sudut pandang Expectancy Theory, para pekerja tidak termotivasi untuk bekerja keras karena tidak adanya hubungan antara prestasi kerja dengan penghasilan. Persepsi mereka adalah bahwa kerja keras tidak akan memberikan mereka penghasilan yang diharapkan. Malahan, dengan adanya PHK, mereka memiliki persepsi bahwa walaupun telah bekerja keras, kadang-kadang mereka malah mendatangkan hasil yang tidak diinginkan, misalnya PHK. Konsisten dengan teori ini, para pekerja pun menunjukkan motivasi yang rendah dalam melakukan pekerjannya.
Rekomendasi: Kaitkan penghasilan dengan prestasi. Sesuai dengan Expectancy Theory (Vroom, dalam Donovan, 2001), tiga hal akan direkomendasikan untuk perusahaan dalam Contoh Kasus:
·         Tingkatkan Expectancy: Para pekerja perlu merasa bahwa mereka mampu mencapai prestasi yang tinggi. Jika perlu, perusahaan perlu memberikan pelatihan untuk memastikan bahwa para karyawan memang memiliki keahlian yang dituntut oleh masing-masing pekerjaannya.
·         Tingkatkan Instrumentality: Ciptakan reward system yang terkait dengan prestasi. Misalnya, selain gaji pokok, tim yang berhasil mencapai targetnya secara konsisten akan mendapatkan bonus. Dengan cara ini, para karyawan mengetahui bahwa prestasi yang lebih baik memang benar akan mendatangkan penghasilan yang lebih baik pula.
·         Tingkatkan Valence: Karena masing-masing individu memiliki penilaian yang berbeda, sangatlah sulit bagi perusahaan untuk merancang reward system yang memiliki nilai tinggi bagi setiap individu karyawan. Salah satu cara mengatasi hal ini adalah dengan memberikan poin bonus yang bisa ditukarkan dengan berbagai jenis hal sesuai kebutuhan individu, misalnya poin bonus bisa ditukarkan dengan hari cuti, uang, kupon makan, dsb. Konsekuensi dari program ini adalah perusahaan harus menerapkan sistem pencatatan yang rapi untuk memastikan bahwa masing-masing karyawan mendapatkan poin bonus secara adil.
D.    Teori Tujuan dan Implikasi Praktisnya
Locke menguslkan model kognitif yang dinamakan teori tujuan, yang mencoba menjelaskan hubungan hubungan antara niat/intentions dengan perilaku.Aturan dasarnya ialah penetapan dari tujuan-tujuan secara sadar. Hasil penelitian Edwin Locke dan rekan-rekan (1968), menunjukkan efek positif dari teori tujuan pada prilaku kerja.
Penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme:
a. Tujuan adalah yang mengarahkan perhatian
b. Tujuan adalah yang mengatur upaya
c. Tujuan adalah meningkatkan persistensi
d. Tujuan adalah menunjang strategi untuk dan rencana kegiatan
E.    Teori Hirarki Kebutuhan Maslow
Maslow (1970) telah menyusun kebutuhan-kebutuhan manusia dalam lima tingkat yang akan dicapai sebagai berikut:
a.     Kebutuhan Fisiologi
Merupakan kebutuhan tingkat pertama yang paling rendah dan harus dipenuhi dan dipuaskan sebelum mencapai kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi.Kebutuhan ini terdiri dari makan,minum,pernapasan dan lain-lain yang bersifat biologis.
b.     Kebutuhan Keamanan
Yang termasuk kebutuhan keamannan adalah kestabilan, ketergantungan, perlindungan, bebas dari rasa takut dan ancaman.
c.     Kebutuhan Sosial
Yaitu kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain, pada saat ini individu akan sangat merasa kesepian dan terisolasi dari pergaulan.
d.     Kebutuhan Harga Diri
Kebutuhan harga diri dapat dibagi menjadi dua katagori. Pertama adalah kebutuhan terhadap kekuasaan, berpretasi, pemenuhan diri, kekuatan, dan kemampuan untuk member keyakinan serta kebebasan. Kedua adalah kebutuhan akan nama baik, ststus, keberhasilan, pengakuan, perhatian, penghargaan.
e.     Kebutuhan Aktualisasi Diri
Masing-masing orang ingin mewujudkan diri sebagai seorang yang mempunyai kemampuan yang unik.Kebutuhan ini hanya ada setelah empat kebutuhan sebelumnya dicapai secara memuaskan.Pada dasarnya bertujuan untuk membuat seluruh potensi yang ada dalam diri seseorang sebagai suatu wujud nyata yaitu dalam bentuk usaha aktualisasi diri.
F.      Kebutuhan yang Relevan dengan Perilaku dalam Organisasi
                        Kebutuhan merupakan fundamen yang mendasari perilaku pegawai. Karena tidak mungkin memahami perilaku tanpa mengerti kebutuhannya.
                        Abraham Maslow (Mangkunegara, 2005) mengemukakan bahwa hierarki kebutuhan manusia adalah sebagai berikut:
·         Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan untuk makan, minum, perlindungan fisik, bernapas, seksual. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat terendah atau disebut pula sebagai kebutuhan yang paling dasar.
·         Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan akan perlindungan diri dari ancaman, bahaya, pertentangan, dan lingkungan hidup.
·         Kebutuhan untuk rasa memiliki (sosial), yaitu kebutuhan untuk diterima oleh kelompok, berafiliasi, berinteraksi, dan kebutuhan untuk mencintai serta dicintai.
·         Kebutuhan akan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihormati dan dihargai oleh orang lain.
·         Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, yaitu kebutuhan untuk menggunakan kemampuan, skill dan potensi. Kebutuhan untuk berpendapat dengan mengemukakan ide-ide, gagasan dan kritik terhadap sesuatu

                                                                                             II.   JOB ENRICHMENT
Sukses tidaknya suatu organisasi sangat tergantung dari kualitas sumber daya manusia yang dimiliki karena sumber daya manusia yang berkualitas adalah sumber daya manusia yang mampu berprestasi maksimal. Kepuasan kerja mempunyai peranan penting terhadap prestasi kerja karyawan, ketika seorang karyawan merasakan kepuasan dalam bekerja maka seorang karyawan akan berupaya semaksimal mungkin dengan segenap kemampuan yang dimiliki untuk menyelesaikan tugasnya, yang akhirnya akan menghasilkan kinerja dan pencapaian yang baik bagi perusahaan.
Kepuasan kerja mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap produktivitas organisasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Ketidakpuasan merupakan titik awal dari masalah-masalah yang muncul dalam organisasi seperti kemangkiran, konflik manager-pekerja dan perputaran karyawan. Dari sisi pekerja, ketidakpuasan dapat menyebabkan menurunnya motivasi, menurunnya moril kerja, dan menurunnya tampilan kerja baik.
Oleh sebab itu pemimpin suatu organisasi perusahaan dituntut untuk selalu mampu menciptakan kondisi yang mampu memuaskan karyawan dalam bekerja sehingga diperoleh karyawan yang tidak hanya mampu bekerja akan tetapi juga bersedia bekerja kearah pencapaian tujuan perusahaan. Mengingat perusahaan merupakan organisasi bisnis yang terdiri dari orang-orang, maka pimpinan seharusnya dapat menyelaraskan antara kebutuhan-kebutuhan individu dengan kebutuhan organisasi yang dilandasi oleh hubungan manusiawi (Robbins, 2001:18). Sejalan dengan itu diharapkan seorang pimpinan mampu memotivasi dan menciptakan kondisi sosial yang menguntungkan setiap karyawan sehingga tercapai kepuasan kerja karyawan yang berimplikasi pada meningkatnya produktivitas kerja karyawan.
PENDEKATAN PERLUASAN TUGAS (JOB ENRICHMENT APPROACHES)
Suatu tugas mengandung arti penting yang meliputi antara lain: pencapaian keberhasilan, lingkup wewenang dan tanggung jawab, yang merupakan faktor internal potensi kepuasan kerja. Sedangkan faktor eksternal antara lain seperti: supervise, upah, dan kondisi lingkungan pekerjaan, adalah yang merupakan potensi ketidakpuasan kerja. Kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja bukan merupakan dua hal yang berlawanan tetapi merupakan kondisi yang mempunyai ukuran tersendiri.
Oleh karena itu, perbaikan pada faktor luar misalnya upah mungkin saja akan mengurangi ketidakpuasan kerja tetapi belum tentu meningkatkan kepuasan seorang pekerja. Kepuasan pekerja akan dapat diperoleh dengan memperbaiki faktor internal seperti peningkatan motivasi, yang dapat dilakukan dengan jalan pendekatan perluasan tugas atau pendekatan job enrichment.
Job enrichment adalah memperluas rancangan tugas untuk memberi arti lebih dan memberikan kepuasan kerja dengan cara melibatkan pekerja dengan pekerjaan perencanaan, penyelenggaraan organisasi dan pengawasan pekerjaan sehingga job enrichment bertujuan untuk menambah tanggung jawab dalam pengambilan keputusan, menambah hak otonomi dan wewenang merancang pekerjaan dan memperluas wawasan kerja.
Job enrichment dapat meningkatkan otonomi seseorang dalam mengatur pekerjaannya. Misalnya seorang petugas di dalam melakukan pekerjaannya sebelum diatur oleh suatu prosedur yang ketat, di mana dia tidak di berikan wewenang atau hak untuk memilih metode yang dia anggap paling efektif, untuk memilih bahan-bahan yang di butuhkan, atau untuk mengatur pekerjaannya. Perubahan ini akan memberikan tantangan yang lebih besar bagi dia dan diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kerja dan produktifitasnya.
Menurut teori karakteristik pekerjaan ini, sebuah pekerjaan dapat melahirkan tiga kondisi psikologis yang kritis dalam diri seorang karyawan yakni: 
Para pekerja menerima dan menyadari bahwa pekerjaan merupakan hal penting dan bernilai dari sebuah system. (Experienced meaningfullness)
Mengalami makna kerja, dan pengetahuan akan hasil kerja. (Knowledge of result)
Tanggung jawab pekerja akan memberikan hasil pekerjaan yang baik. (Responsibility)
Semakin baik pengalaman kondisi psikologi kritis seseorang tersebut maka karyawan semakin termotivasi untuk melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik dan puas terhadap pekerjaannya.
Ketiga kondisi psikologis yang kritis tersebut di atas disebabkan karena lima dimensi tugas utama yang tercakup dalam arti penting sebuah pekerjaan. Menurut Munandar (2001:357) ada lima ciri-ciri intrinsik pekerjaan (dimensi utama) antara lain:
1.  Keragaman ketrampilan (skill variety)
Banyaknya ketrampilan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan. Makin banyak ragam ketrampilan yang digunakan, makin kurang membosankan pekerjaan. Misalnya, seorang salesman diminta untuk memikirkan dan menggunakan cara menjual yang berbeda, display (etalase) yang berbeda, cara yang lebih baik untuk melakukan pencatatan penjualan.
2.  Jati diri tugas (task identity)
Tingkat sejauh mana penyelesaian pekerjaan secara keseluruhan dapat dilihat hasilnya dan dapat dikenali sebagai hasil kinerja seseorang. Tugas yang dirasakan sebagai bagian dari pekerjaan yang lebih besar dan yang dirasakan tidak merupakan satu kelengkapan tersendiri menimbulkan rasa tidak puas. Misalnya, seorang salesman diminta untuk membuat catatan tentang penjualan dan konsumen, kemudian mempunyai dan mengatur display sendiri.
3.  Tugas yang penting (task significance)
Tingkat sejauh mana pekerjaan mempunyai dampak yang berarti bagi kehidupan orang lain, baik orang tersebut merupakan rekan sekerja dalam suatu perusahaan yang sama maupun orang lain di lingkungan sekitar. Jika tugas dirasakan penting dan berarti oleh tenaga kerja, maka ia cenderung mempunyai kepuasan kerja. Misalnya, sebuah perusahaan alat-alat rumah tangga ingin mengeluarkan produk panci baru. Para karyawan diberikan tugas untuk mencari kriteria seperti apa panci yang sangat dibutuhkan oleh ibu-ibu masa kini. (tugas tersebut memberikan kepuasan tersendiri bagi karyawan karena hasil kerjanya nanti secara langsung akan memberi manfaat kepada pelanggan)
4.  Otonomi
Tingkat kebebasan pemegang kerja, yang mempunyai pengertian ketidaktergantungan dan keleluasaan yang diperlukan untuk menjadwalkan pekerjaan dan memutuskan prosedur apa yang akan digunakan untuk menyelesaikannya. Pekerjaan yang memberi kebebasan, ketidaktergantungan dan peluang mengambil keputusan akan lebih cepat menimbulkan kepuasan kerja. Misalnya, seorang manager mempercayai salah satu karyawan untuk memperebutkan tender dari klien. Karyawan tersebut menggunakan ide dan caranya sendiri untuk menarik perhatian klien . Karyawan diberi kebebasan untuk mengatur sendiri waktu kerja dan waktu istirahat.
5.  Umpan balik (feed back)
Memberikan informasi kepada para pekerja tentang hasil pekerjaan sehingga para pekerja dapat segera memperbaiki kualitas dan kinerja pekerjaan. Misalnya, dalam menjual produk salesman didorong untuk mencari sendiri informasi, baik dari atasan maupun dari bagian‑bagian lain, mengenai segala hal yang berkaitan dengan jabatannya serta meminta pendapat konsumen tentang barang‑barang yang dijual, pelayanan, dll. 
Jadi kondisi psikologis kritis karyawan yang muncul karena adanya dimensi utama dalam tugas akan mempengaruhi hasil kerja karyawan yang telah termotivasi secara internal. Berhasil atau tidaknya hasil kerja dalam job enrichment tergantung oleh kekuatan kayawan untuk berkembang dan berpikir positif.
Implikasi Job Enrichment terhadap Produktifitas Pekerja
·         Efisiensi ditentukan oleh beberapa aspek organisasi kerja dan rancangan pekerjaan (Spesialisasi, penyederhanaan, tata urutan, keseimbangan beban kerja dan mekanisasi)
·         Efisiensi akan berkurang pada saat pekerjaan menjadi lebih rumit, kurang terspesialisasi dan kurang mekanis.
·         Efisiensi akan meningkat pada saat ada sejumlah pengurangan spesialisasi.
·         Efek job enrichment terhadap produktifitas di tentukan, apakah efisiensi meningkat atau berkurang, dan sejauh mana penurunan efisiensi dibarengi dengan kecepatan kerja para karyawan.
·          Efektifitas Job Enrichment ditentukan oleh karakteristik para pekerja yang pekerjaannya dirancang kembali.
Pekerjaan yang diperkaya dapat memotivasi secara intrinsik pada pekerja yang memiliki kebutuhan yang kuat terhadap keberhasilan dan kemandirian.
Program Job Enrichment lebih berhasil jika dikenakan pada pekerja yang tidak takut terhadap tanggung jawab baru dan yang menganggap penting bekerja keras untuk mencapai keberhasilan pribadi dalam lingkungan kerjanya.

Kreativitas dalam Bekerja 
Seorang pemimpin di perusahaan periklanan memberikan tugas kepada bawahannya untuk membuat iklan, mereka di buat dalam satu kelompok dengan tugas yang berbeda-beda di tiap orangnya. Ada yang bertugas sebagai kreatif, pencahayaan, warna dan pengarahan. Mereka harus dapat menyelesaikan tanggung jawab tugas masing-masing bagiannya. Para karyawan melakukan berbagai pembaharuan dan tambahan aplikasi agar tugas yang mereka kerjakan tidak monoton dan lebih menarik. Sehingga tugas yang di berikan oleh pimpinanya dapat sesuai tepat waktu dan hasilnya lebih maksimal.
Pada contoh di atas dapat di kaitkan dengan Job Enrichment adalah suatu teori untuk meningkatkan motivasi bekerja para pekerja. Pendekatan untuk merancang kembali pekerjaan untuk meningkatkan motivasi intrinsic dan kepuasn kerja. Motivasi Intinsik itu sendiri adalah usaha yang di lakukan dalam suatu pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan pekerjaan. Contoh di atas mengunakan Keragaman Keterampilan ( Skill Variety ) : keterampilan yang di perlukan untuk melakukan pekerjaan. Semakin banyak ragam keterampilan yang digunakan, akan menguragi kebosanan dalam pekerjaan.
Dalam situasi seperti ini, para pekerja tidak mempunyai alasan untuk merasa antusias, termotivasi, atau merasa puas akan pekerjaan mereka. Perbedaan individual tetaplah mempengaruhi sehingga ada orang yang tidak terlalu peduli pada karakteristik dari pekerjaan mereka. Namun penelitian menunjukkan bahwa karakteristik intrisik pekerjaan tetap memiliki korelasi dengan kepuasan kerja, bahkan bagi mereka yang tidak terlalu menginginkan pertumbuhan diri pribadi (Judge et al, 2001).
Program Job Enrichment dan Penetapan Target yang direkomendasikan adalah sebagai berikut:
Mengelompokkan pekerja dalam tim yang baru: Saat ini pekerja dikelompokkan berdasarkan langkah tertentu dalam proses ban berjalan, misalnya kelompok pengisi kaleng, penyegel kaleng, pengisi dus, dsb. Tim yang direkomendasikan adalah tim yang terdiri dari orang-orang dengan keahlian yang berbeda. Masing-masing tim akan diberi tanggung jawab untuk memenuhi pesanan pelanggan tertentu. Dengan cara ini,task identity dan task significance akan meningkat bagi semua pekerja, karena mereka dapat melihat keseluruhan proses mulai dari awal hingga akhir, dan juga mereka dapat melihat bahwa apa yang mereka lakukan adalah penting bagi rekan-rekan sesama tim maupun pelanggan (Judge et al, 2001). Selain itu, autonomy juga dapat meningkat karena masing-masing tim dapat menentukan bagaimana cara yang terbaik bagi mereka untuk menyelesaikan pekerjaan mereka (Judge et al, 2001). Misalnya anggota tim dapat menentukan pembagian tugas di antara mereka. Salah satu konsekuensi dari program ini adalah adanya kemungkinan mesin-mesin dalam pabrik harus dipindahkan sesuai dengan pengelompokkan tim yang baru ini. Untuk itu, dibutuhkan analisis finansial untuk menentukan apakah perusahaan mampu membiayai hal ini.
Meningkatkan keahlian pekerja: Sejalan dengan tim yang baru, masing-masing pekerja kini harus menguasai lebih dari satu keahlian dalam keseluruhan proses kerja di perusahaan. Karena itu, mereka harus belajar dari rekan sesama anggota tim (coaching), ataupun dari pelatihan yang diadakan oleh perusahaan. Manajemen perusahaan harus memformalkan proses belajar ini untuk memastikan bahwa semua pekerja memiliki waktu dan kesempatan untuk meningkatkan keahliannya (misalnya dengan menetapkan satu jam pertama dari setiap shift kerja sebagai waktu coaching). Sebagai konsekuensinya, hasil kerja kemungkinan akan menurun untuk beberapa saat karena para pekerja masih berusaha mempelajari keahlian yang baru. Namun hal ini tidak akan berlangsung lama karena keahlian-keahlian yang dibutuhkan dalam Contoh Kasus di atas bukanlah keahlian yang rumit.
Tetapkan target: Target haruslah spesifik dan cukup sulit sehingga pekerja termotivasi untuk mencapainya (Locke & Latham, dalam Donovan, 2001). Jika memungkinkan, lebih baik seluruh anggota tim diikutsertakan dalam menetapkan target bagi tim tersebut. Menurut penelitian, Penetapan Target yang melibatkan partisipasi anggota tim akan menciptakan response generalisation (Ludwig & Geller, 1997). Maksudnya adalah bahwa motivasi untuk mencapai hasil kerja yang lebih tinggi tidak hanya terjadi pada tugas yang ditargetkan, tapi juga terjadi pada tugas lainnya (Ludwig & Geller, 1997).
Berikan umpan balik: Para pekerja harus diberi informasi mengenai prestasi kerja mereka. Umpan balik ini bisa diberikan secara rutin, atau ketika ada kejadian khusus yang efeknya signifikan bagi perusahaan (Wright, 1991). Penetapan Target sangatlah berkaitan dengan pemberian Umpan Balik karena Target tanpa Umpan Balik tidaklah efektif (Ludwig & Geller, 1997), dan juga sangat sulit memberikan Umpan Balik jika sejak awal tidak ada Target yang dapat dijadikan kriteria evaluasi (Wright, 1991). Konsekuensi dari program ini adalah perusahaan harus menciptakan mekanisme untuk mencatat prestasi kerja, baik dari segi kuantitas (misalnya jumlah dus yang dikirim per hari atau waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu dus soda) maupun kualitas (misalnya tim mana yang banyak dipuji pelanggan karena tidak pernah melakukan kesalahan dalam memenuhi pesanan).


















DAFTAR PUSTAKA
Sunyoto Munandar, Ashar.(2001).Psikologi Industri dan Organisasi.Jakarta: Universitas Indonesia.
Sihotang. A. Drs. M.B.A. (2006).Menejemen Sumber Daya Manusia .Jakarta : PT Pradnya Paramita.
P.Siagian, Sondang, Prof. Dr. MPA.(1988). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta : Rineka Citra.
http://wangmuba.com/2009/02/18/teori-teori-motivasi/
http://wangmuba.com/2009/02/18/teori-harapan-expectancy/
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang/motivasi-teori-proses-dan-penerapan