I.
MOTIVASI
A. Pengertian
Motivasi
Manajemen
sumber daya manusia pada dasarnya berisikan langkah-langkah perencanaan,
penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya
manusia (SDM) untuk mencapai tujuan tertentu, baik tujuan individual
maupun tujuan organisasi.
Keberhasilan
pengolahan organisasi atau prusahaan bisnis sanggat ditentukan oleh aktivitas
kegiatan pendayagunaan sumber daya manusia, dalam hal ini seorang manajer harus
memiliki teknik-teknik untuk dapat memelihara prestasi dan kepuasan kerja,
antar lain dengan memberikan motivasi kepada bawahan agar dapat melaksanakan
tugas sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Motivasi
adalah: Keinginan yang terdapat pada seorang individu yang merangsangnya
melakukan tindakan (GR. Terry, yang dikutip oleh Malayu S.P Hasibuan (2005 :
145). Motivasi : pekerjaan yang dilakukan oleh manajer dalam memberikan
inspirasi, semangat, dan dorongan pada orang lain, dalam hal ini karyawannya
untuk mengambil tindakan-tindakan tertentu ( Liang Gie, yang dikutip oleh
Sadali Samsudin ( 2006 :281 ). Motivasi: keseluruhan proses pemberian motivasi
bekerja kepada bawahan sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan
ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisien dan ekonomis (Siagian,
yang dikutip oleh Sedarmayanti ( 2001 : 66 ). Motivasi meliputi
perasaan unik, pikiran dan pengalaman masa lalu yang merupakan bagian dari
hubungan internal dan eksternal perusahaan sedemikian pentingnya motivasi,
banyak ahli filsafat, sosiolog, psikolog maupun ahli manajemen melakukan
penelitian.
Berikut
adalah definisi-definisi mengenai motivasi yang dikutip dari beberapa ahli :
Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan atau
menggerakkan. Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya ditujukan pada sumber
daya manusia umumnya dan bawahan khususnya. Motivasi mempersoalkan bagaimana
caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama secara
produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan.
Berikut ini adalah pengertian-pengertian motivasi kerja menurut para ahli,
diantaranya yaitu: Motivasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
(2008:930) adalah : “ Dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau
tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu, atau
usaha–usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau sekelompok orang tertentu
bergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendaki.”
Motivasi kerja menurut Stephen P. Robbin (2006:214) bahwa : Motivasi merupakan
proses yang berperan pada intensitas, arah, dan lamanya berlangsung upaya
individu ke arah pencapaian tujuan. Motivasi kerja menurut Malayu S.P. Hasibuan
(2005:141) bahwa : Motivasi kerja adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan
mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil
kerja yang optimal. Motivasi kerja menurut Kusnadi (2002:330) adalah
upaya-upaya yang memunculkan semangat dari dalam orang itu sendiri melalui
fasilitas penyediaan kepuasan.
Dari
pengertian di atas bahwa motivasi kerja merupakan suatu keahlian dalam
mengarahkan atau mengendalikan dan menggerakan seseorang untuk melakukan
tindakan akan perilaku yang diinginkan berdasarkan sasaran-sasaran yang sudah
ditetapkan untuk mencapai tujuan tertentu.
B. Teori
Drive-Reinforcement dan Implikasi Praktisnya
Teori ini
didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan pemberian
konpensasi. Misalnya promosi seorang karyawan itu tergantung dari prestasi yang
selalu dapat dipertahankan. Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan
hubungan antara perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku tersebut. Teori
pengukuhan ini terdiri dari dua jenis, yaitu :
1. Pengukuhan
Positif (Positive Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku,
terjadi jika pengukuh positif diterapkan secara bersyarat.
2. Pengukuhan
Negatif (Negative Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku,
terjadi jika pengukuhan negatif dihilangkan secara bersyarat.
Jadi
prinsip pengukuhan selalu berhubungan dengan bertambahnya frekuensi dan
tanggapan, apabila diikuti oleh stimulus yang bersyarat. Demikian juga prinsip
hukuman (Punishment) selalu berhubungan dengan berkurangnya frekuensi
tanggapan, apabila tanggapan (response) itu diikuti oleh rangsangan yang bersyarat.
Contoh : pengukuhan yang relatif malar adalah mendapatkan pujian setelah
seseorang memproduksi tiap-tiap unit atau setiap hari disambut dengan hangat
oleh manajer.
Teori
”drive” bisa diuraikan sebagai teori-teori dorongan tentang motivasi, perilaku
didorong ke arah tujuan oleh keadaan-keadaan yang mendorong dalam diri
seseorang atau binatang. Contohnya., Freud ( 1940-1949 ) berdasarkan ide-idenya
tentang kepribadian pada bawaan, dalam kelahiran, dorongan seksual dan agresif,
atau drive (teorinya akan diterangkan secara lebih detail dalam bab
kepribadian). Secara umum , teori-teori drive mengatakan hal-hal berikut :
ketika suatu keadaan dorongan internal muncul, individu di dorong untuk
mengaturnya dalam perilaku yang akan mengarah ke tujuan yang mengurangi
intensitas keadaan yang mendorong. Pada manusia dapat mencapai tujuan yang
memadai yang mengurangi keadaan dorongan apabila dapat menyenangkan dan
memuaskan. Jadi motivasi dapat dikatakan terdiri dari:
·
Suatu
keadaan yang mendorong
·
Perilaku
yang mengarah ke tujuan yang diilhami oleh keadaan terdorong
·
Pencapaian
tujuan yang memadai
·
Pengurangan
dan kepusaan subjektif dan kelegaan ke tingkat tujuan yang tercapai
Setelah
keadaan itu, keadaan terdorong akan muncul lagi untuk mendorong perilaku ke
arah tujuan yang sesuai. Pengulangan kejadian yang baru saja diuraikan
seringkali disebut lingkaran korelasi.
Teori-teori
Drive berbeda dalam sumber dari keadaan terdorong yang memaksa manusia atau
binatang bertindak. Be berapa teori, termasuk teori Freud, dipahami oleh
keadaan terdorong sejak belum lahir, atau instingtif. Tentang perilaku
binatang, khususnya ahli ethologi telah mengusulkan suatu penjelasan suatu
mekanisme dorongan sejak kelahiran (tinbergen, lorenz, dan leyhausen dalam
morgan, dkk. 1986). Teori-teori drive yang lain telah mengembangkan peran
belajar dalamkeaslian keadaan terdorong. Contohnya, dorongan yang di pelajari
(learned drives), seperti mereka sebut, keaslian dalam latihan seseorang atau
binatang atau pengalaman masa lalu dan yang berbeda dari satu individu ke
individu yang lain. Karena penggunaan minuman keras sebelumnya, ketagihan
heroin, contohnya mengembangkan suatu dorongan untuk mendapatkan hal tersebut,
dan karena itu mendorong ke arah itu. Dan dalam realisasi motif sosial, orang
telah belajar dorongan untuk kekuasaan, agresi atau prestasi. Keadaan terdorong
yang dipelajari menjadi ciri abadi dari orag tertentu dan mendorong orang itu
ke arah tujuan yang memadai, orang lain mungkin belajar motif sosial yang lain
dan didorong ke arah tujuan yang berbeda.
Biasanya
di terapkan dalam kehidupan sehari-hari, misalkan seorang kuli panggul di pasar
tradisional, jika ia dapat mengangkut/mengirim 5 ton buah pada tiap 5 karung
maka akan diberikan 2 kg buah segar oleh pemilik toko buah tersebut,
Drive-Reinforcement
nya berbentuk reward berupa materi yang diberikan pemilik toko kepada
pekerjanya (kuli panggul).
C. Teori
Harapan dan Implikasi Praktisnya
Teori
pengharapan berargumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak
dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan
bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu , dan pada daya
tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut.
Dalam
istilah yang lebih praktis, teori pengharapan, mengatakan seseorang karyawan
dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia menyakini upaya
akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik (Victor Vroom dalam Robbin
2003:229) Karena ego manusia yang selalu menginginkan hasil yang baik baik
saja, daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang terkandung dari
harapan yang akan diperolehnya pada masa depan (Hasibuan 2001:165). Apabila
harapan dapat menjadi kenyataan, karyawan akan cenderung meningkatkan gairah
kerjanya. Sebaliknya jika harapan tidak tercapai, karyawan akan menjdadi malas.
Teori ini
dikemukakan oleh Victor Vroom yang mendasarkan teorinya pada tiga konsep
penting, yaitu:
1. Harapan
(Expentancy) adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena prilaku
.Harapan merupakan propabilitas yang memiliki nilai berkisar nol yang berati
tidak ada kemungkinan hingga satu yang berarti kepastian
2. Nilai
(Valence) adalah akibat dari prilaku tertentu mempunyai nilai atau martabat
tertentu (daya atau nilai motivasi) bagi setiap individu tertentu
3. Pertautan
(Inatrumentality) persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan
dihubungkan dengn hasil tingkat ke dua.Vroom mengemukakan bahwa pertautan dapat
mempunyai nilai yang berkisar antara –1 yang menunjukan persepsi bahwa
tercapinya tingkat ke dua adalah pasti tanpa hasis tingkat pertama dan tidak
mungkin timbul dengan tercapainya hasil tingkat pertama dan positip satu +1
yang menunjukan bahwa hasil tingkat pertama perlu dan sudah cukup untuk
menimbulkan hasil tingkat ke dua.
Teori ini
termasuk ke dalam teori-teori kesadaran. Teori ini menunjukkan pendekatan
kognitif terhadap motivasi kerja, yang menekankan kepada kemampuan individu
dalam pemrosesan informasi. Kekuatan motivasi yang mendasarinya bukanlah sebuah
kebutuhan. Pekerja diasumsikan melakukan penilaian rasional terhadap situasi
kerjanya dengan mengumpulkan informasi untuk diolah, kemudian membuat
keputusanyang optimal. Kebutuhan hanya digunakan untuk membantu dalam memahami
bagaimana pekerja membuat pilihan berdasarkan pada keyakinan persepsi dan nilai
– nilai mereka.. Salah satu teori harapan yang terkait dengan kerja dikemukakan
oleh George Poulus, Mathoney dan Jones (1957) yang mengacu pada Path-Goal
Theory. Mereka mengemukakan bahwa para pekerja akan cenderung menjadi produktif
apabila mereka memandang produktivitas yang tinggi itu sebagai satu cara atau
lebih pada tujuan pribadi.
Sebaliknya,
kinerja yang rendah hanyalah satu jalan menuju tujuan pribadi. Misalnya
produktivitas yang tinggi akan lebihcepat atau mudah untuk terpenuhinya tujuan
pribadi daripada pekerja yang hasilnya terbatas atau lebih rendah. Dengan
menggunakan pendekatan”jalan ke arah tujuan (path-goal)” ini, Vroom (1976)
menyarankan suatu teori motivasi kerjayang dikenal dengan singkatan VIE –
Valensi/kemampuan (valence), sarana (Instrumentality), dan harapan
(Expectancy). Pada kesempatan ini yang dibahas yaitu mengenai Teori Harapan
(Expectancy Theory). Nadler & Lawler menyatakan bahwa terlepas dari teori
VIE sebagaimana yang diutarakan para ahli lainnya, namun ternyata teori VIE
menerima terlalu banyak dukungan empiis karena nilainya yang positif bagi
organisasi. Secar khusus, teori ini memberikan beberapa implikasi yang jelas
dan positif bagi manajer, dimana manajer hendaknya memperhatikan petunjuk
sebagai berikut: Menentukan mana penghargaan yang lebih penting para pegawai.
Misalnya, kebanyakan manajer seringkali memandang bahwa pemberian gaji dan
tunjangan yang tinggi sangat diinginkan pegawai, namun setelah dilakukan
pnlitian dia terkejut karena hasilnya justru menunjukkan bahwa hal tersebut
tidak terbukti. Demikian perlu dicatat bahwa keinginan para pegawai berbeda –
beda,dan oleh karena itu mereka tidak memberikan respon dengan cara yang sama
terhadap sistem insentif perusahaan. Mendefinisikan kinerja yang baik dengan
menetapkan secara benar standar kuantitas dan kualitas kerja yang terukur.
Memastikan bahwa tujuan kinerja bersifat realistik, apabila pegawai tidak
mencapai tujuan kinerja yang diharapkan, maka motivasi untuk bekerja pun menjadi
rendah. Pegawai harus merasakan bahwa penghargaan yang diterima terasa adil.
Tetapi sistem motivasi yang berdasarkan pada equity (keadilan) jangan
dikacaukan dengan sistem yang berdasarkan equality (kesamaan), dimana seluruh
pegawai diberikan dengan penghargaan yang sama dengan mengabaikan kualitas
kerja dan hasil kerja masing – masing individu. Mengingat ada beberapa
organisasi yang memiliki aturan kerja yang kaku dan sistem penghargaan yang
mendorong para pekerja untuk mencapai hasil yang setinggi – tingginya, maka
para manajer hendaknya merancang sistem penghargaan yang lebih fleksibel dan
equitable.
Contoh
Kasus PHK:
Dari sudut
pandang Expectancy Theory, para pekerja tidak termotivasi untuk bekerja keras
karena tidak adanya hubungan antara prestasi kerja dengan penghasilan. Persepsi
mereka adalah bahwa kerja keras tidak akan memberikan mereka penghasilan yang
diharapkan. Malahan, dengan adanya PHK, mereka memiliki persepsi bahwa walaupun
telah bekerja keras, kadang-kadang mereka malah mendatangkan hasil yang tidak
diinginkan, misalnya PHK. Konsisten dengan teori ini, para pekerja pun
menunjukkan motivasi yang rendah dalam melakukan pekerjannya.
Rekomendasi:
Kaitkan penghasilan dengan prestasi. Sesuai dengan Expectancy Theory (Vroom,
dalam Donovan, 2001), tiga hal akan direkomendasikan untuk perusahaan dalam
Contoh Kasus:
·
Tingkatkan
Expectancy: Para pekerja perlu merasa bahwa mereka mampu mencapai prestasi yang
tinggi. Jika perlu, perusahaan perlu memberikan pelatihan untuk memastikan
bahwa para karyawan memang memiliki keahlian yang dituntut oleh masing-masing
pekerjaannya.
·
Tingkatkan
Instrumentality: Ciptakan reward system yang terkait dengan prestasi. Misalnya,
selain gaji pokok, tim yang berhasil mencapai targetnya secara konsisten akan
mendapatkan bonus. Dengan cara ini, para karyawan mengetahui bahwa prestasi
yang lebih baik memang benar akan mendatangkan penghasilan yang lebih baik
pula.
·
Tingkatkan
Valence: Karena masing-masing individu memiliki penilaian yang berbeda,
sangatlah sulit bagi perusahaan untuk merancang reward system yang memiliki
nilai tinggi bagi setiap individu karyawan. Salah satu cara mengatasi hal ini
adalah dengan memberikan poin bonus yang bisa ditukarkan dengan berbagai jenis
hal sesuai kebutuhan individu, misalnya poin bonus bisa ditukarkan dengan hari
cuti, uang, kupon makan, dsb. Konsekuensi dari program ini adalah perusahaan
harus menerapkan sistem pencatatan yang rapi untuk memastikan bahwa
masing-masing karyawan mendapatkan poin bonus secara adil.
D. Teori
Tujuan dan Implikasi Praktisnya
Locke
menguslkan model kognitif yang dinamakan teori tujuan, yang mencoba menjelaskan
hubungan hubungan antara niat/intentions dengan perilaku.Aturan dasarnya ialah
penetapan dari tujuan-tujuan secara sadar. Hasil penelitian Edwin Locke dan
rekan-rekan (1968), menunjukkan efek positif dari teori tujuan pada prilaku
kerja.
Penetapan
tujuan memiliki empat macam mekanisme:
a. Tujuan
adalah yang mengarahkan perhatian
b. Tujuan
adalah yang mengatur upaya
c. Tujuan
adalah meningkatkan persistensi
d. Tujuan
adalah menunjang strategi untuk dan rencana kegiatan
E. Teori
Hirarki Kebutuhan Maslow
Maslow
(1970) telah menyusun kebutuhan-kebutuhan manusia dalam lima tingkat yang akan
dicapai sebagai berikut:
a. Kebutuhan
Fisiologi
Merupakan kebutuhan
tingkat pertama yang paling rendah dan harus dipenuhi dan dipuaskan sebelum
mencapai kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi.Kebutuhan ini terdiri dari
makan,minum,pernapasan dan lain-lain yang bersifat biologis.
b. Kebutuhan
Keamanan
Yang termasuk kebutuhan
keamannan adalah kestabilan, ketergantungan, perlindungan, bebas dari rasa
takut dan ancaman.
c. Kebutuhan
Sosial
Yaitu kebutuhan untuk
berhubungan dengan orang lain, pada saat ini individu akan sangat merasa
kesepian dan terisolasi dari pergaulan.
d. Kebutuhan
Harga Diri
Kebutuhan harga diri
dapat dibagi menjadi dua katagori. Pertama adalah kebutuhan terhadap kekuasaan,
berpretasi, pemenuhan diri, kekuatan, dan kemampuan untuk member keyakinan
serta kebebasan. Kedua adalah kebutuhan akan nama baik, ststus, keberhasilan, pengakuan,
perhatian, penghargaan.
e. Kebutuhan
Aktualisasi Diri
Masing-masing orang
ingin mewujudkan diri sebagai seorang yang mempunyai kemampuan yang
unik.Kebutuhan ini hanya ada setelah empat kebutuhan sebelumnya dicapai secara
memuaskan.Pada dasarnya bertujuan untuk membuat seluruh potensi yang ada dalam
diri seseorang sebagai suatu wujud nyata yaitu dalam bentuk usaha aktualisasi
diri.
F. Kebutuhan yang Relevan dengan Perilaku
dalam Organisasi
Kebutuhan merupakan fundamen yang mendasari perilaku
pegawai. Karena tidak mungkin memahami perilaku tanpa mengerti kebutuhannya.
Abraham Maslow (Mangkunegara, 2005) mengemukakan bahwa
hierarki kebutuhan manusia adalah sebagai berikut:
·
Kebutuhan
fisiologis, yaitu kebutuhan untuk makan, minum, perlindungan fisik, bernapas,
seksual. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat terendah atau disebut pula
sebagai kebutuhan yang paling dasar.
·
Kebutuhan
rasa aman, yaitu kebutuhan akan perlindungan diri dari ancaman, bahaya,
pertentangan, dan lingkungan hidup.
·
Kebutuhan
untuk rasa memiliki (sosial), yaitu kebutuhan untuk diterima oleh kelompok,
berafiliasi, berinteraksi, dan kebutuhan untuk mencintai serta dicintai.
·
Kebutuhan
akan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihormati dan dihargai oleh orang lain.
·
Kebutuhan
untuk mengaktualisasikan diri, yaitu kebutuhan untuk menggunakan kemampuan,
skill dan potensi. Kebutuhan untuk berpendapat dengan mengemukakan ide-ide,
gagasan dan kritik terhadap sesuatu
II. JOB ENRICHMENT
Sukses tidaknya suatu
organisasi sangat tergantung dari kualitas sumber daya manusia yang dimiliki
karena sumber daya manusia yang berkualitas adalah sumber daya manusia yang
mampu berprestasi maksimal. Kepuasan kerja mempunyai peranan penting terhadap
prestasi kerja karyawan, ketika seorang karyawan merasakan kepuasan dalam
bekerja maka seorang karyawan akan berupaya semaksimal mungkin dengan segenap
kemampuan yang dimiliki untuk menyelesaikan tugasnya, yang akhirnya akan
menghasilkan kinerja dan pencapaian yang baik bagi perusahaan.
Kepuasan kerja mempunyai
pengaruh yang cukup besar terhadap produktivitas organisasi baik secara
langsung maupun tidak langsung. Ketidakpuasan merupakan titik awal dari
masalah-masalah yang muncul dalam organisasi seperti kemangkiran, konflik
manager-pekerja dan perputaran karyawan. Dari sisi pekerja, ketidakpuasan dapat
menyebabkan menurunnya motivasi, menurunnya moril kerja, dan menurunnya
tampilan kerja baik.
Oleh sebab itu pemimpin suatu
organisasi perusahaan dituntut untuk selalu mampu menciptakan kondisi yang
mampu memuaskan karyawan dalam bekerja sehingga diperoleh karyawan yang tidak
hanya mampu bekerja akan tetapi juga bersedia bekerja kearah pencapaian tujuan
perusahaan. Mengingat perusahaan merupakan organisasi bisnis yang terdiri dari
orang-orang, maka pimpinan seharusnya dapat menyelaraskan antara
kebutuhan-kebutuhan individu dengan kebutuhan organisasi yang dilandasi oleh
hubungan manusiawi (Robbins,
2001:18). Sejalan dengan itu diharapkan
seorang pimpinan mampu memotivasi dan menciptakan kondisi sosial yang
menguntungkan setiap karyawan sehingga tercapai kepuasan kerja karyawan yang
berimplikasi pada meningkatnya produktivitas kerja karyawan.
PENDEKATAN PERLUASAN TUGAS (JOB
ENRICHMENT APPROACHES)
Suatu tugas mengandung arti
penting yang meliputi antara lain: pencapaian keberhasilan, lingkup wewenang
dan tanggung jawab, yang merupakan faktor internal potensi kepuasan kerja.
Sedangkan faktor eksternal antara lain seperti: supervise, upah, dan kondisi
lingkungan pekerjaan, adalah yang merupakan potensi ketidakpuasan kerja.
Kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja bukan merupakan dua hal yang berlawanan
tetapi merupakan kondisi yang mempunyai ukuran tersendiri.
Oleh karena itu, perbaikan pada
faktor luar misalnya upah mungkin saja akan mengurangi ketidakpuasan kerja
tetapi belum tentu meningkatkan kepuasan seorang pekerja. Kepuasan pekerja akan
dapat diperoleh dengan memperbaiki faktor internal seperti peningkatan
motivasi, yang dapat dilakukan dengan jalan pendekatan perluasan tugas atau
pendekatan job enrichment.
Job enrichment adalah
memperluas rancangan tugas untuk memberi arti lebih dan memberikan kepuasan
kerja dengan cara melibatkan pekerja dengan pekerjaan perencanaan,
penyelenggaraan organisasi dan pengawasan pekerjaan sehingga job enrichment
bertujuan untuk menambah tanggung jawab dalam pengambilan keputusan, menambah
hak otonomi dan wewenang merancang pekerjaan dan memperluas wawasan kerja.
Job enrichment dapat
meningkatkan otonomi seseorang dalam mengatur pekerjaannya. Misalnya seorang
petugas di dalam melakukan pekerjaannya sebelum diatur oleh suatu prosedur yang
ketat, di mana dia tidak di berikan wewenang atau hak untuk memilih metode yang
dia anggap paling efektif, untuk memilih bahan-bahan yang di butuhkan, atau
untuk mengatur pekerjaannya. Perubahan ini akan memberikan tantangan yang lebih
besar bagi dia dan diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kerja dan produktifitasnya.
Menurut teori karakteristik
pekerjaan ini, sebuah pekerjaan dapat melahirkan tiga kondisi psikologis yang
kritis dalam diri seorang karyawan yakni:
Para pekerja menerima dan
menyadari bahwa pekerjaan merupakan hal penting dan bernilai dari sebuah
system. (Experienced meaningfullness)
Mengalami makna kerja, dan
pengetahuan akan hasil kerja. (Knowledge of result)
Tanggung jawab pekerja akan
memberikan hasil pekerjaan yang baik. (Responsibility)
Semakin baik pengalaman kondisi
psikologi kritis seseorang tersebut maka karyawan semakin termotivasi untuk
melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik dan puas terhadap pekerjaannya.
Ketiga kondisi psikologis yang
kritis tersebut di atas disebabkan karena lima dimensi tugas utama yang
tercakup dalam arti penting sebuah pekerjaan. Menurut Munandar (2001:357) ada
lima ciri-ciri intrinsik pekerjaan (dimensi utama) antara lain:
1. Keragaman
ketrampilan (skill variety)
Banyaknya ketrampilan yang
diperlukan untuk melakukan pekerjaan. Makin banyak ragam ketrampilan yang
digunakan, makin kurang membosankan pekerjaan. Misalnya, seorang salesman
diminta untuk memikirkan dan menggunakan cara menjual yang berbeda, display
(etalase) yang berbeda, cara yang lebih baik untuk melakukan pencatatan
penjualan.
2. Jati diri tugas (task
identity)
Tingkat sejauh mana
penyelesaian pekerjaan secara keseluruhan dapat dilihat hasilnya dan dapat
dikenali sebagai hasil kinerja seseorang. Tugas yang dirasakan sebagai bagian
dari pekerjaan yang lebih besar dan yang dirasakan tidak merupakan satu
kelengkapan tersendiri menimbulkan rasa tidak puas. Misalnya, seorang salesman
diminta untuk membuat catatan tentang penjualan dan konsumen, kemudian
mempunyai dan mengatur display sendiri.
3. Tugas yang penting (task
significance)
Tingkat sejauh mana pekerjaan
mempunyai dampak yang berarti bagi kehidupan orang lain, baik orang tersebut
merupakan rekan sekerja dalam suatu perusahaan yang sama maupun orang lain di
lingkungan sekitar. Jika tugas dirasakan penting dan berarti oleh tenaga kerja,
maka ia cenderung mempunyai kepuasan kerja. Misalnya, sebuah perusahaan
alat-alat rumah tangga ingin mengeluarkan produk panci baru. Para karyawan
diberikan tugas untuk mencari kriteria seperti apa panci yang sangat dibutuhkan
oleh ibu-ibu masa kini. (tugas tersebut memberikan kepuasan tersendiri bagi
karyawan karena hasil kerjanya nanti secara langsung akan memberi manfaat
kepada pelanggan)
4. Otonomi
Tingkat kebebasan pemegang
kerja, yang mempunyai pengertian ketidaktergantungan dan keleluasaan yang
diperlukan untuk menjadwalkan pekerjaan dan memutuskan prosedur apa yang akan
digunakan untuk menyelesaikannya. Pekerjaan yang memberi kebebasan,
ketidaktergantungan dan peluang mengambil keputusan akan lebih cepat
menimbulkan kepuasan kerja. Misalnya, seorang manager mempercayai salah satu
karyawan untuk memperebutkan tender dari klien. Karyawan tersebut menggunakan
ide dan caranya sendiri untuk menarik perhatian klien . Karyawan diberi
kebebasan untuk mengatur sendiri waktu kerja dan waktu istirahat.
5. Umpan balik (feed
back)
Memberikan informasi kepada
para pekerja tentang hasil pekerjaan sehingga para pekerja dapat segera
memperbaiki kualitas dan kinerja pekerjaan. Misalnya, dalam menjual produk
salesman didorong untuk mencari sendiri informasi, baik dari atasan maupun dari
bagian‑bagian lain, mengenai segala hal yang berkaitan dengan jabatannya serta
meminta pendapat konsumen tentang barang‑barang yang dijual, pelayanan, dll.
Jadi kondisi psikologis kritis
karyawan yang muncul karena adanya dimensi utama dalam tugas akan mempengaruhi
hasil kerja karyawan yang telah termotivasi secara internal. Berhasil atau
tidaknya hasil kerja dalam job enrichment tergantung oleh kekuatan kayawan
untuk berkembang dan berpikir positif.
Implikasi Job Enrichment
terhadap Produktifitas Pekerja
·
Efisiensi
ditentukan oleh beberapa aspek organisasi kerja dan rancangan pekerjaan
(Spesialisasi, penyederhanaan, tata urutan, keseimbangan beban kerja dan
mekanisasi)
·
Efisiensi
akan berkurang pada saat pekerjaan menjadi lebih rumit, kurang terspesialisasi
dan kurang mekanis.
·
Efisiensi
akan meningkat pada saat ada sejumlah pengurangan spesialisasi.
·
Efek
job enrichment terhadap produktifitas di tentukan, apakah efisiensi meningkat
atau berkurang, dan sejauh mana penurunan efisiensi dibarengi dengan kecepatan
kerja para karyawan.
·
Efektifitas Job Enrichment ditentukan oleh
karakteristik para pekerja yang pekerjaannya dirancang kembali.
Pekerjaan yang diperkaya dapat
memotivasi secara intrinsik pada pekerja yang memiliki kebutuhan yang kuat
terhadap keberhasilan dan kemandirian.
Program Job Enrichment lebih
berhasil jika dikenakan pada pekerja yang tidak takut terhadap tanggung jawab
baru dan yang menganggap penting bekerja keras untuk mencapai keberhasilan
pribadi dalam lingkungan kerjanya.
Kreativitas dalam Bekerja
Seorang pemimpin di perusahaan
periklanan memberikan tugas kepada bawahannya untuk membuat iklan, mereka di
buat dalam satu kelompok dengan tugas yang berbeda-beda di tiap orangnya. Ada
yang bertugas sebagai kreatif, pencahayaan, warna dan pengarahan. Mereka harus
dapat menyelesaikan tanggung jawab tugas masing-masing bagiannya. Para karyawan
melakukan berbagai pembaharuan dan tambahan aplikasi agar tugas yang mereka
kerjakan tidak monoton dan lebih menarik. Sehingga tugas yang di berikan oleh
pimpinanya dapat sesuai tepat waktu dan hasilnya lebih maksimal.
Pada contoh di atas dapat di
kaitkan dengan Job Enrichment adalah suatu teori untuk meningkatkan motivasi bekerja para
pekerja. Pendekatan untuk merancang kembali pekerjaan untuk meningkatkan
motivasi intrinsic dan kepuasn kerja. Motivasi Intinsik itu sendiri adalah usaha yang di lakukan dalam suatu pekerjaan
untuk memenuhi kebutuhan pekerjaan. Contoh di atas mengunakan Keragaman Keterampilan ( Skill Variety
) : keterampilan yang di perlukan
untuk melakukan pekerjaan. Semakin banyak ragam keterampilan yang digunakan,
akan menguragi kebosanan dalam pekerjaan.
Dalam situasi seperti ini, para
pekerja tidak mempunyai alasan untuk merasa antusias, termotivasi, atau merasa
puas akan pekerjaan mereka. Perbedaan individual tetaplah mempengaruhi sehingga
ada orang yang tidak terlalu peduli pada karakteristik dari pekerjaan mereka.
Namun penelitian menunjukkan bahwa karakteristik intrisik pekerjaan tetap
memiliki korelasi dengan kepuasan kerja, bahkan bagi mereka yang tidak terlalu
menginginkan pertumbuhan diri pribadi (Judge et al, 2001).
Program Job Enrichment dan Penetapan Target yang
direkomendasikan adalah sebagai berikut:
Mengelompokkan pekerja dalam
tim yang baru: Saat ini pekerja dikelompokkan berdasarkan langkah tertentu
dalam proses ban berjalan, misalnya kelompok pengisi kaleng, penyegel kaleng,
pengisi dus, dsb. Tim yang direkomendasikan adalah tim yang terdiri dari
orang-orang dengan keahlian yang berbeda. Masing-masing tim akan diberi
tanggung jawab untuk memenuhi pesanan pelanggan tertentu. Dengan cara ini,task
identity dan task significance akan meningkat bagi semua pekerja, karena mereka dapat melihat
keseluruhan proses mulai dari awal hingga akhir, dan juga mereka dapat melihat
bahwa apa yang mereka lakukan adalah penting bagi rekan-rekan sesama tim maupun
pelanggan (Judge et al, 2001). Selain itu, autonomy juga dapat meningkat karena
masing-masing tim dapat menentukan bagaimana cara yang terbaik bagi mereka
untuk menyelesaikan pekerjaan mereka (Judge et al, 2001). Misalnya anggota tim
dapat menentukan pembagian tugas di antara mereka. Salah satu konsekuensi dari
program ini adalah adanya kemungkinan mesin-mesin dalam pabrik harus
dipindahkan sesuai dengan pengelompokkan tim yang baru ini. Untuk itu,
dibutuhkan analisis finansial untuk menentukan apakah perusahaan mampu
membiayai hal ini.
Meningkatkan keahlian pekerja:
Sejalan dengan tim yang baru, masing-masing pekerja kini harus menguasai lebih
dari satu keahlian dalam keseluruhan proses kerja di perusahaan. Karena itu,
mereka harus belajar dari rekan sesama anggota tim (coaching), ataupun
dari pelatihan yang diadakan oleh perusahaan. Manajemen perusahaan harus
memformalkan proses belajar ini untuk memastikan bahwa semua pekerja memiliki
waktu dan kesempatan untuk meningkatkan keahliannya (misalnya dengan menetapkan
satu jam pertama dari setiap shift kerja sebagai waktu coaching). Sebagai konsekuensinya, hasil kerja kemungkinan akan menurun
untuk beberapa saat karena para pekerja masih berusaha mempelajari keahlian
yang baru. Namun hal ini tidak akan berlangsung lama karena keahlian-keahlian
yang dibutuhkan dalam Contoh Kasus di atas bukanlah keahlian yang rumit.
Tetapkan target: Target
haruslah spesifik dan cukup sulit sehingga pekerja termotivasi untuk
mencapainya (Locke & Latham, dalam Donovan, 2001). Jika memungkinkan, lebih
baik seluruh anggota tim diikutsertakan dalam menetapkan target bagi tim
tersebut. Menurut penelitian, Penetapan Target yang melibatkan partisipasi anggota
tim akan menciptakan response generalisation (Ludwig & Geller, 1997).
Maksudnya adalah bahwa motivasi untuk mencapai hasil kerja yang lebih tinggi
tidak hanya terjadi pada tugas yang ditargetkan, tapi juga terjadi pada tugas
lainnya (Ludwig & Geller, 1997).
Berikan umpan balik: Para
pekerja harus diberi informasi mengenai prestasi kerja mereka. Umpan balik ini
bisa diberikan secara rutin, atau ketika ada kejadian khusus yang efeknya
signifikan bagi perusahaan (Wright, 1991). Penetapan Target sangatlah berkaitan
dengan pemberian Umpan Balik karena Target tanpa Umpan Balik tidaklah efektif
(Ludwig & Geller, 1997), dan juga sangat sulit memberikan Umpan Balik jika
sejak awal tidak ada Target yang dapat dijadikan kriteria evaluasi (Wright,
1991). Konsekuensi dari program ini adalah perusahaan harus menciptakan
mekanisme untuk mencatat prestasi kerja, baik dari segi kuantitas (misalnya
jumlah dus yang dikirim per hari atau waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
satu dus soda) maupun kualitas (misalnya tim mana yang banyak dipuji pelanggan
karena tidak pernah melakukan kesalahan dalam memenuhi pesanan).
DAFTAR PUSTAKA
Sunyoto
Munandar, Ashar.(2001).Psikologi Industri dan Organisasi.Jakarta: Universitas
Indonesia.
Sihotang.
A. Drs. M.B.A. (2006).Menejemen Sumber Daya Manusia .Jakarta : PT Pradnya
Paramita.
P.Siagian,
Sondang, Prof. Dr. MPA.(1988). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta : Rineka
Citra.
http://wangmuba.com/2009/02/18/teori-teori-motivasi/
http://wangmuba.com/2009/02/18/teori-harapan-expectancy/
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang/motivasi-teori-proses-dan-penerapan